Tersisa Duka di Situ Gintung
Oleh AdityawarmanTangerang (ANTARA News) - Peristiwa Situ Gintung di Kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat, Kota Tangerang Selatan, Banten telah berlalu, namun saat ini derita duka masih tersisa dari para keluarga korban dan warga yang masih selamat.
Duka tersebut seperti trauma pada anak-anak, karena mereka melihat langsung kejadian tersebut saat rekannya menghembuskan nafas terakhir dan hingga kini masih sulit untuk dilupakan.
"Anak saya mengalami trauma atas peristiwa Situ Gintung karena dia melihat banyak warga yang menjadi korban meninggal dan terekam dalam pikiran anak," kata Ny. Suhini (43) di Ciputat, yang ditemui Senin malam .
Dia mengatakan, anaknya Anisa Salsabilla Putri (5) susah makan nasi dan tidak mau sekolah padahal sikap tersebut tidak dirasakan sebelum persitiwa Situ Gintung.
Menurut istri dari Totok SS Putra (45) warga RT 02/02, Kelurahan Cirendeu yang letaknya hanya sekitar 200 meter dari lokasi kejadian itu bahwa anaknya yang masih sekolah taman kanak-kanak tidak mau lagi diajak ke sekolah.
Menurut staf adminstrasi STIE Ahmad Dahlan itu ketika malam tiba, Anisa sering berteriak dan kadang histeris sembari menyebut sejumlah nama rekannya yang lain yang masih hilang.
Anisa merupakan anak bungsu dari empat bersaudara, meski lokasi rumahnya tidak terkena bencana air bah akibat jebolnya tanggul Situ Gintung, tapi ketika musibah itu datang dia bersama ayahnya melihat kejadian tersebut.
Kondisi serupa juga dialami dialami Rama Julian (7), murid kelas II SD Negeri Gintung II Kelurahan Cirendeu, Ciputat,dia tidak mau sekolah meski kedua orang tunya berupaya untuk membujuk.
Rama Julian merupakan anak pasangan dari Arsih (37) dengan Aris Budi Kartika (40) yang selamat dari musibah, dia juga melihat peristiwa air bah menghantam rumah tetangganya.
Ketika ditemui, Julian ditemani ibunya meminta bantuan peralatan sekolah berupa tas, pensil maupun buku yang disumbang donatur melalui posko kejadian Situ Gintung di STIE Ahmad Dahlan.
Meski berupaya telah membujuk anaknya agar mau sekolah, tapi tetap saja menolak tanpa alasan yang jelas dan kadang pergi begitu saja tanpa ada sebab pasti.
Dia menambahkan, bahwa tidak dapat memaksa anak untuk sekolah, karena dia melihat ada rekannya Indah (8) yang tewas dihantam air bah.
Namun Arsih selamat dari bencana karena letak rumahnya lebih tinggi sehingga air bah tidak menerjang pemukiman lainnya yang lokasinya berdekatan.
Walau begitu, Arsih berupaya untuk merayu anaknya dengan berbagai cara dan jika masih tetap tidak sekolah akan mengajak untuk rekreasi ke obyek wisata lainnya.
Datangi kuburan
Kesedihan lain juga dirasakan Bunga (16) rekan Jakfar Subehi (16), dia bersama belasan teman lainnya usai pulang sekolah langsung mendatangi kuburan korban di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rodhatul Jannah, Kampung Gintung, Cirendeu, Ciputat.
Bunga merasakan merasa kehilangan atas wafatnya Jakfar yang selama ini ceria dan peduli terhadap teman, tiba-tiba meninggal akibat dihantam air bah.
Jakfar adalah siswa SMA Muhammadiah Ciputat kelas II IPS-2 itu yang sehari-hari suka bermain basket, dan senang menghibur teman ketika dalam kesusahan.
Bahkan rekan korban sengaja berdoa dipimpin Bunga, diantara teman Jakfar tampak pacarnya Windi Andriani (16) yang meneteskan air mata ketika berada di depan nisan makam.
Sedangkan teman lainnya terpaksa membujuk agar Windi menghentikan tangis dihadapan pusara karena dia tidak bersedia meninggalkan TPU itu.
Padahal untuk sampai ke makam Jakfar, maka rekannya harus melalui jalan setapak yang becek dan penuh lumpur bahkan melalui gelangan air setinggi lutut orang dewasa.
Duka juga menyelimuti Ika Kartika (19) karena temannya Yuni Syafitri (17) tidak dapat ditemui lagi, dan yang hanya dapat dilihat adalah pusara di Tempat Pemakaman Umum (TPU) Rodhatul Jannah, Kampung Bitung, Ciputat.
Rasa sedih Ika bertambah karena mendengar bahwa ketika pemakaman tidak ada saudara atau kerabat yang dapat menemani mayat masuk ke liang lahan dan yang ada hanya petugas.
Air Mata Rano Karno
Tidak saja kerabat yang ditinggalkan meneteskan air mata, namun Wakil Bupati Tangerang, Rano Karno juga merasakan hal serupa, dia tak kuasa menahan sedih setelah melihat korban meninggal banyak bergelimpangan.
Air mata Rano Karno spontan tumpah ketika menyambangi posko di STIE Ahmad Dahlan, dan melihat langsung beberapa mayat yang belum dimandikan berbalut lumpur.
Rano Karno mengatakan dirinya turut prihatin atas musibah tersebut dan meminta agar keluarga yang ditinggalkan tabah, namun ketika melihat barisan mayat itu, pemeran sinetron ?Si Doel Anak Betawi? itu tak kuasa menahan tangis.
Rano karno mengharapkan agar kejadian itu akan terulang kembali di tempat lain karena pemerintah sudah memberikan perhatian serius terhadap musibah tersebut.
Sementara itu, Ustad Jefri Al Buchori mengatakan terkait musibah Situ Gintung mengatakan bahwa manusia banyak yang tidak siap dalam menghadapi bencana sehingga ketika datang saling menyalahkan, padahal sebaiknya melakukan antisipasi sebelum terjadi.
"Banyak diantara kita yang belum siap ketika bencana datang, tapi lebih banyak saling menyalahkan," kata Jefri Al Buchori yang biasa disapa UJ di posko STIE Ahmad Dahlan.
Dia sengaja datang bersama istri dan anaknya mengunjungi para keluarga korban di posko penampungan sembari mendoakan agar tabah dalam menghadapi bencana.
Menurut dia, jalan terbaik dalam menghadapi bencana adalah tabah dan berbuat sesuatu yang berguna sehingga tidak membuat mereka mendapat tekanan mental.
Dia mengatakan, dalam menghadapi bencana itu tidak saling menyalahkan dan mengandalkan, tapi harus bekerjasama untuk mengatasinya.
Kedatangan Buchori untuk menenangkan warga korban bencana dan memberikan siraman rohani agar mereka tidak mengalami defresi yang berkepanjangan bagi warga Situ Gintung yang selamat.
Tragedi Situ Gintung akibat jebolnya tanggul penahan yang tidak mampu menampung air bah hingga memuntahkan jutaan kubik air ke lokasi perumahan penduduk yang letaknya berada dibawah permukaan, sekitar 100 korban meninggal dan 112 hilang serta 312 rumah hancur berantakan.
Bencana itu merupakan takdir dan merupakan kenyataan hidup yang harus dihadapi, jangan menyimpan sedih berlarut-larut.(*)