Memaknai Hari Air Sedunia : Air sebagai Sumber Kehidupan

Memaknai Hari Air Sedunia : Air sebagai Sumber Kehidupan

 Oleh :  Fadil Abidin

Air adalah sumber kehidupan.Tapi di Indonesia, air justru menjadi sumber bencana dan masalah.

Sepanjang tahun ini pemberitaan mengenai banjir atau tanah longsor selalu menghiasi media massa yang tiada habisnya. Tapi sesungguhnya bukan airnya yang menjadi biang masalah tapi justru manusialah yang menyebabkan itu semua.

Sebagai negara kepulauan dan terletak di iklim tropis, Indonesia nyaris tidak pernah kekurangan air karena hujan bisa turun sewaktu-waktu sepanjang tahun. Indonesia termasuk negara penghasil cadangan air terbesar dunia. Tapi mungkin karena persediaan air yang berlimpah itu pula mem-buat bangsa kita tidak menghargai air. Pohon-pohon sebagai penyimpan cadangan air di hutan dan di gunung kita tebang, sungai-sungai dipenuhi sampah dan mengalami pendangkalan. Ketika musim hujan tiba timbullah bencana longsor dan banjir di mana-mana. Hampir semua danau di Indonesia juga mengalami pendangkalan yang hebat, termasuk Danau Toba. Air memang melimpah di Indo-nesia tapi sebagian besar telah tercemar.

Kondisi masyarakat yang tidak menghargai air sebagai sumber kehidupan ternyata juga menimpa kebanyakan negara lain di dunia.Maka Hari Air Sedunia diperingati setiap tanggal 22 Maret, inisiatif peringatan tersebut tercetus pada United Nations Conference on Environment and Development (UNCED) yang diselenggarakan di Rio de Janeiro, Brasil atau secara populer disebut sebagai Earth Summit (KTT Bumi) 1992. Pada Sidang Umum PBB ke-47 tanggal 22 Desember 1992 melalui Resolusi Nomor 147/1993, hasil persetujuan dari Earth Summit diterima dan sekaligus ditetapkan pelaksanaan Hari Air Sedunia pada setiap tanggal 22 Maret mulai tahun 1993. Setiap tahunnya pada Hari Air Sedunia terdapat tema khusus agar menjadi perhatian bagi warga dunia tentang betapa pentingnya air sebagai sumber kehidupan.

Air untuk Kehidupan

Menurut Teori Darwin, kehidupan bermula dari air.Di dalam air makhluk hidup yang awalnya hanya makhluk satu sel berkembang biak dan melakukan evolusi selama ratusan juta tahun sehingga menghasilkan makhluk yang bersel banyak (unisel). Jika tidak ada air maka tidak ada kehidupan. Air adalah sumber bahkan asal mula dari kehidupan di  planet Bumi ini. Bumi bisa disebut juga sebagai planet air (ocean planet) karena 75 persen permukaan bumi diselubungi oleh lautan. Karena diselubungi oleh lautan itu pula yang menyebabkan iklim dan cuaca di Bumi sangat kondusif bagi makhluk hidup.

Menurut catatan Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Pusat, jumlah volume air total di Bumi adalah sekitar 1,4 miliar km3. Namun jumlah yang sungguh besar tersebut tidak banyak yang dapat dimanfaatkan oleh manusia karena 97,3 persen di antaranya merupakan air laut. Hanya 2,7 persen jumlah air yang tersedia di permukaan bumi dapat dimanfaatkan oleh manusia, yaitu yang merupakan air tawar yang terdapat di daratan.Namun jumlah air tawar yang tersedia di planet ini, sebanyak 37,8 juta km3 tersebut adalah berupa lapisan es di puncak-puncak gunung dan gleyser dengan porsi 77,3 persen. Sementara air tanah dan resapan hanyalah 22,4 persen, serta air danau dan rawa hanya 0,35 persen, lalu uap air di atmosfir sebanyak 0,04 persen, dan sisanya merupakan air sungai sebanyak 0,01 persen.

Air tanah merupakan timbunan air yang meresap melalui pori-pori tanah selama berabad-abad ke lapisan bawah dari ekosistem yang ada di atasnya, dan bagian terbesar ada di kedalaman lebih dari 800 meter, di luar jangkauan manusia untuk dapat mengeksploitasinya. Dewasa ini, hanya 0,3 juta km3 atau sekitar 0,79 persen dari keseluruhan air tawar yang dapat dijangkau.Teknologi untuk memompa air lebih dari kedalaman 800 meter masih membutuhkan biaya yang mahal hampir setara dengan menambang minyak bumi. Oleh karenanya masih banyak orang yang memanfaatkan air permukaan dan sebagian air tanah untuk memenuhi kebutuhannya akan air.

Sedangkan menurut Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Indonesia memiliki 6 persen potensi air dunia atau 21 persen potensi air di Asia Pasifik.Namun ironisnya dari waktu ke waktu rakyat Indonesia mengalami krisis air bersih, baik dari segi kuantitas maupun kualitasnya karena sumber-sumber air yang ada telah rusak atau tercemar. Selain itu kebutuhan akan konsumsi air naik sebesar 15-35 persen perkapita per tahun. Sedangkan ketersediaan air bersih cenderung melambat akibat kerusakan alam dan pencemaran. Dengan jumlah penduduk yang mencapai lebih dari 200 juta, kebutuhan air bersih menjadi semakin mendesak.

Sumber bahan baku air bersih di Indonesia berasal dari sungai, sumur, air artesis, mata air, dan lain-lain. Sumber air perusahaan daerah air minum (PDAM) di seluruh Indonesia berasal dari 201 sungai,248 mata air dan 91 artesis. Pada 2020 diperkirakan jumlah penduduk perkotaan menca-pai 150,2 juta jiwa dengan konsumsi per kapita sebesar 125 liter, sehingga kebutuhan air akan mencapai 18,775 miliar liter per hari. Menurut LIPI, kebutuhan air untuk industri akan melonjak sebesar 700 persen pada 2025. Untuk perumahan naik rata-rata 65 persen dan untuk produksi pangan naik 100 persen. Pada umumnya sungai-sungai di Jawa dan Sumatera berada pada kondisi yang sangat memprihatinkan. Sebagian besar sungai yang merupakan sumber air bagi masyarakat telah tercemar oleh limbah industri maupun domestik.

Water Supply & Sanitation Collaborative Council (2007) melaporkan bahwa sebanyak 2,6 miliar manusia atau 40 persen penduduk dunia tidak memiliki akses untuk mendapatkan sanitasi dasar. Sedangkan hampir 1 miliar penduduk dunia nyaris tidak mendapatkan air sama sekali. Sedangkan menurut Kompas (5/10/07), 24 juta penduduk Indonesia tidak memiliki akses terhadap fasilitas dasar, seperti penyediaan air bersih, jauh melebihi negara-negara Asia Tenggara lainnya.

Krisis Air Bersih

Kita saat ini tengah berada di paruh tenggat waktu untuk pencapaian Tujuan Pembangunan Millenium (Millennium Development Goals – MDGs) yang mencakup berbagai target spesifik untuk mengurangi hingga separuh jumlah penduduk yang tidak memiliki akses terhadap air bersih dan layak pakai. Dunia masih menghadapi tantangan yang serius menyangkut ketersediaan air bersih dan sanitasi. Peringatan Hari Air Sedunia mengingatkan kita akan realitas yang ada, dan fakta bahwa kekurangan air kronis berdampak pada sekitar 900 juta penduduk di seluruh dunia serta merupakan ancaman terhadap kerusakan sistem ekologi, meningkatnya persaingan untuk mendapatkan air, serta meruncingkan ketegangan lintas batas. Beberapa negara Afrika mengalami bencana kelaparan akibat kemarau panjang dan sulitnya mendapat air.

Kendati secara harafiah dunia tidak akan kehabisan air karena air hanya berganti siklus, tempat dan waktu. Tapi kelangkaan air merupakan ancaman nyata dalam pembangunan manusia di berbagai tempat dan sebagian besar proporsi penduduk dunia. Menurut laporan UNDP (1997) sekitar 700 juta penduduk di 43 negara hidup di bawah ambang batas kebutuhan air minimum yaitu 1,700 meter kubik per orang per tahun. Dan diperkirakan dalam 20 tahun ke depan sekitar 3 milyar penduduk dunia akan hidup di bawah ambang batas tersebut.
Meningkatnya kebutuhan air akibat perluasan kota, industri, pertanian, serta tuntutan akan energi semakin menyulitkan kondisi masyarakat miskin yang memang sudah rentan terhadap ketersediaan makanan dan mata pencaharian. Laporan Pembangunan Manusia (Human Development Report) PBB 2006 menyerukan pengakuan terhadap kebutuhan air bersih dengan harga yang terjangkau sebagai hak asasi manusia. Perusahaan air minum harus menekan harga semurah mungkin untuk produk air yang dihasilkannya dan melakukan subsidi silang antara pelanggan kaya dengan pelanggan dari kalangan masyarakat miskin.

Ironisnya, kita hidup dalam dunia dimana semakin kecil pendapatan seseorang, semakin besar biaya yang harus dikeluarkan orang tersebut untuk memenuhi kebutuhannya akan air. Rumah tangga yang termiskin di negara berkembang menghabiskan hampir 10 persen dari pendapatan mereka untuk memenuhi kebutuhan akan air. Sementara di negara maju jika pendapatan yang dikeluarkan untuk memenuhi kebutuhan akan air melebihi 3 persen, keadaan tersebut akan dipandang sebagai kesulitan ekonomi. Air bersih (PAM) di negara kaya dan maju justru lebih murah ketimbang di negara-negara berkembang.
Di Jakarta atau kota-kota besar lain misalnya, penduduk miskin harus membeli dengan harga Rp 2.000-Rp 5.000 untuk satu derigen air bersih. Air tersebut hanya digunakan untuk minum dan memasak, sedangkan untuk keperluan MCK (mandi cuci kakus) mereka menggunakan air sungai yang keruh dan tercemar.Tak usah jauh-jauh, jika kita berkunjung ke Bagan Percut,Deli Serdang kehidupan perkampungan nelayan yang aliran sungainya hanya beberapa kilometer ke Belawan itu sungguh memprihatinkan. Di sana aktivitas seperti mandi, mencuci bahkan buang air besar dilakukan di pinggiran sungai yang keruh. Saluran air dari PDAM tidak ada di sana. Air memang melimpah ruah di sungai tapi sangat sulit mencari air bersih.

Kesadaran Bersama

Perlu kesadaran bersama agar masyarakat menjaga sumber-sumber air yang ada termasuk sungai-sungai yang banyak terdapat di Indonesia. Kebiasaan membuang limbah, sampah bahkan kotoran ke sungai perlu dihentikan. Bukankah lebih baik jika limbah pabrik dibuat penampungan netralisasi terlebih dahulu di darat. Sampah-sampah yang ada bukankah lebih baik dibakar atau di tanam di darat ketimbang dihanyutkan ke sungai. Masyarakat di sepanjang sungai bukankah lebih baik membuat septic tank atau WC umum di darat ketimbang membuang hajat di sungai yang tak lain adalah sumber air dari air yang mereka pakai sendiri?

Air sebagai sumber kehidupan telah dipahami semua orang. Sayangnya hanya sedikit yang memahami bahwa air adalah sumber daya alam terbatas bahkan sangat rentan keberadaannya. Sebagian besar masyarakat masih mengeksploitasi sumber daya air dengan mengabaikan kaidah-kaidah keberlanjutan (sustainability). Akibatnya berbagai musibah kerap terjadi seperti banjir, longsor dan kekeringan yang frekuensinya makin meningkat sehingga menelan banyak korban harta benda dan nyawa sia-sia. Oleh karena itu, peringatan Hari Air Sedunia harus bisa  mengingatkan kita semua akan pentingnya menjaga kelestarian sumber-sumber air yang ada untuk mendukung kesejahteraan hidup bersama. ***

* Penulis adalah pemerhati masalah sosial-kemasyarakatan, fadila75@yahoo.com

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya