Pengguna Pribadi Bukan Target Pemberantasan Software Bajakan

Link

Pengguna Pribadi Bukan Target Pemberantasan Software Bajakan

Selasa, 24 Februari 2009 | 18:23 WIB

JAKARTA, SELASA - Sejauh ini upaya pemberantasan software bajakan di Indonesia masih diarahkan kepada perusahaan-perusahaan. Pengguna pribadi untuk sementara masih mendapat toleransi.

Hal tersebut dikatakan Benhard Sibarani, kuasa hukum Autodesk, perusahaan yang memproduksi software AutoCad saat jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/2). Benhard menjelaskan, penindakan bagi perusahan sesuai dengan UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta pasal 72 ayat 3. Dalam pasal itu disebutkan bagi pihak yang menggunakan produk bajakaan untuk kepentingan komersil dapat dijerat dengan denda sebesar Rp 500 juta dan pidana kurungan 5 tahun.

"Ada kalangan masyarakat yang menggunakan program AutoCad bajakan bukan untuk kepentingan komersil, seperti mahasiswa arsitektur yang sedang belajar. Untuk hal itu, pihak kami masih memberikan toleransi," ujar Benhard. Tapi bagi pihak perseorangan yang menggunakan AutoCad bajakan untuk dikomersilkan, seperi warnet-warnet, lanjutnya, ke depannya akan diambil tindakan hukum juga.

Meski pengguna pribadi belum menjadi target operasi, Donny A. Syeoputra, perwakilan dari BSA (Business Software Alliance) mengatakan, pihaknya akan terus mengadakan sosialisasi pentinggnya penggunaan software asli, BSA dan AutoDesk, mengadakan seminar ke sekolah dan kampus mengenai software-softwara yang ada. "Kami juga memaparkan kerugian jika menggunakan sotware palsu," terang Donny.

Ronald Chua License & Compliance Manager Autodesk PTE LTD untuk Asia Tengara menyatakan pihaknya mengalmai kerugian besar dari tindakan pembajakan. Ia mengatakan dana untuk riset dan pengembangan software AutoCad menghabiskan 30 juta dollar AS.

"Dengan adanya pembajakan ini otomatis pihak kami sangat dirugikan, tapi saya belum bisa meyebutkan nominalnya, pihak kami masih melakukan perhitungan," terangnya. Pihak AutoDesk bekerja sama dengan Kepolisian Republik Indonesia dan BSA (Bussiness Software Alliance) yang merupakan aliansi pengembang software global, untuk menjerat perusahaan pengguna software bajakan jenis AutoCad tersebut.

Ia juga menyatakan pihaknya berencana membuka perwakilan resmi di Indonesia karena melihat pasar di Indonesia cukup menjanjikan. "Tapi kami juga memerlukan jaminan keamanan, karena di Indonesia merupakan negera yang tingkat pembajakannya cukup tinggi," jelas Ronald


------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gunakan AutoCad Bajakan, 2 Perusahaan Dijerat Rp 500 Juta

News - Rabu, 25/2/2009 | 20:04 WIB

JAKARTA, SELASA - Aparat dari Markas Besar kepolisian Republik Indonesia menindak dua perusahaan di Jakarta yang menggunakan software AutoCad bajakan. Masing-masing PT MI, perusahaan konstruksi dan teknik di bilangin Permata Hijau dan PT KDK perusahaan konsultan arsitektur yang beralamat di bilangan pasar Minggu.

Penindakan di PT MI dilakukan pada Tanggal 23 Februari 2009. Sementara, PT KDK telah ditangani sejak tanggal 16 Februari 2009. Saat ini penyidik masih memeriksa pimpinan masing-masing perusahaan.

Keduanya akan dijerat dengan UU No 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta pasal 72 ayat 3. "Mereka diancam denda sebesar maksimal Rp 500 juta dan hukuman kurungan selama lima tahun," terang Penyidik Mabes Polri AKBP Rusharyanto, dalam jumpa pers di Jakarta, Selasa (24/2).

Selain kedua perusahaan, polisi juga telah melakukan tindakan terhadap para pengguna software bajakan sejenis. Pengguna yang ditangkap umumnya di dalam lingkungan perusahaan dan untuk kepentingan komersial.

"Sejauh ini delapan perusahaan pengguna software jenis AutoCad bajakan yang sudah kami tindak," terang Rusharyanto. Ia mengatakan, upaya pemberantasan software bajakan akan terus berlanjut tidak hanya AutoCad namun juga jenis software yang dilindungi hak cipta.


------------------------------------------------------------------------------------------------------

Tak Ada Alasan Menjual Software Bajakan

Rabu, 19 November 2008 | 20:05 WIB

Pembajakan software di Indonesia tak kunjung berkurang secara drastis meskipun penegakan hukum gencar dilakukan di berbagai daerah. Dalam tiga tahun terakhir, tingkat pembajakan hanya turun satu persen tiap tahun dari 87 persen di tahun 2004 menjadi 84 persen di tahun 2007 sesuai data survei Business Software Alliace (BSA) dan Incorporated Data Services (IDC).

Hal tersebut tidak lepas dari masih maraknya penjualan software di gerai komputer hingga emperan toko. Mystery Shopper yang dilakukan Microsoft di sejumlah mal di Indonesia menunjukkan bahwa 59 persen reseller atau penjual langsung masih menjajakan software palsu tersebut. "Yang melakukan bukan perorangan tapi organisasi kriminal yang terorganisasi sehingga kami terus berupaya memberantas kelompok ini," ujar David Finn, Associate General Counsel untuk Worldwide Anti-piracy dan Anti-counterfeiting Microsoft saat menghadiri Global Fair Play Day di Surabaya, 22 Oktober 2008.

Seiring penegakan hukum yang ketat, software bajakan yang dijajakan di sejumlah toko kini dikemas sedemikian profesional bahkan semirip mungkin dengan software asli dan dijual dengan harga tak jauh berbeda. Hal tersebut tentu menimbulkan masalah baru karena dapat mengecoh dan merugikan konsumen. Perbedaan harga antara software palsu dan asli menciptakan lingkungan bisnis yang tidak fair. Penjual yang jujur dan hanya berkomitmen menjual software asli tidak dapat bersaing dengan penjual yang menawarkan software bajakan.

Menurut Finn, langkah utama untuk mengatasi pembajakan software adalah melalui edukasi kepada konsumen maupun penjual software seperti dengan menggelar kampanye Global Fair Play yang serentak digelar di 46 negara termasuk Indonesia Konsumen perlu mendapat pemahaman yang cukup untuk mengetahui ciri-ciri software asli dan hanya membelinya dari reseller resmi. Sementara perlu kesadaran para penjual software untuk melindungi hak konsumen dengan hanya menjual software legal.

"Dengan kampanye Global Fair Play, kita ingin menciptakan kompetisi dan business environment yang sehat," kata Anti Suryaman, License Compliance Manager, PT Microsoft Indonesia Selama kampanye yang digelar 3 bulan dari Oktober hingga Desember 2008, Microsoft melakukan mystery shopper, dealer trip test purchase, dan channel enforcement di 6 kota. Dari Surabaya, Jakarta, Bandung, Medan, Makassar, hingga Batam.

Harus legal

Selain itu, pusat bisnis yang biasa menajajakan software seperti mal didorong untuk berkomitmen hanya menjual software asli. Hi-Tech Mall di Surabaya, misalnya, telah mewajibkan tenant (penyewa lahan) di lokasi perbelanjaannya untuk hanya menjual software legal. "Sebetulnya awalnya bimbang. Kalau berkomitmen tidak menjual software palsu, takut ditinggalkan tenant karena tidak dapat omzet," ujar Rudy Sukamto, General Manager PT Sasana Boga yang mengelola mal tersebut.

Di lain sisi, pihaknya tidak mungkin membiarkan penjualan software palsu terus dilakukan karena akan berhadapan dengan aparat keamanan. Sebagai solusi Hi-tech Mall bekerja sama dengan Kelompok Linux Arek Suroboyo (KLAS) untuk menyediakan software-software berbasis open source yang dapat didistribusikan cuma-cuma. Produk-produk berbasis open source inilah yang hanya boleh dijualbelikan di Hi-tech Mall. Hanya menyediakan produk open source saja ternyata tidak menjawab kebutuhan konsumen yang sebagian tetap menginginkan software-software proprietary seperti dari Microsoft.

Secara proaktif Hi-tech Mall pun mengajak sekitar 800 tenant-nya untuk memesan software secara bersama-sama agar memperoleh harga terbaik. Keraguan hilang ketika ratusan tenant-nya megaku tetap untung meski harus menjual software asli saat Microsoft merilis Windows Vista akhir tahun lalu. "Jual yang asli juga dapat untung jadi jangan jual yang palsu," ujar Rudy.

Ia mengatakan kalau memang tidak bisa menjual produk Microsoft yang asli, gunakan open source. Dengan catatan, Hi-tech Mall sudah membuka peluangnya dengan menyediakan alternative dari KLAS. Langkah dan komitmen Hi-tech Mall merupakan solusi yang masuk akal dan pantas ditiru pengelola pusat bisnis lainnya. Dengan pilihan hanya software legal yang bisa dijual, tak ada alasan untuk menjual software bajakan bukan?

Tri Wahono

http://tekno.kompas.com


Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya