Pengacara Prita Kecam Roy Suryo

Pengacara Prita berencana memanggil saksi ahli IT dalam persidangan berikutnya.



VIVAnews - Pengacara Prita Mulyasari, OC Kaligis, mengecam keterangan Roy Suryo dalam sidang kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan kliennya. Menurutnya, Roy Suryo tidak memiliki kualitas untuk dihadirkan sebagai ahli teknologi informasi.

"Keterangannya tidak ke jantung permasalahan," kata Kaligis saat dihubungi VIVAnews di Jakarta, Rabu 14 Oktober 2009. "Itu tidak akan berpengaruh ke Prita."

Dalam keterangannya, Roy mengatakan, salinan email yang dijadikan barang bukti di persidangan memang bukan kiriman langsung dari Prita. Email itu diduga dari dikirim ulang oleh orang ke sekian dengan alamat akun email bensanti@gmail.com.

Roy mengatakan, Prita hanya mengirim email berisi keluhannya terhadap RS Omni ke 20 alamat email. Namun, mengirim email ke 20 akun dianggapnya sebagai sesuatu yang tak wajar. "Itu bukan suatu yang wajar kalau tujuannya bukan untuk disebarkan," katanya.

Menurut Kaligis, email yang dikirimkan Prita sama sekali tidak ditujukan kepada RS Omni Internasional Alam Sutera. Prita, lanjut Kaligis, hanya ingin berbagi pengalamannya dengan teman-temannya. "Email itu ditujukan kepada teman-temannya, bukan ditujukan langsung ke Omni," jelasnya.

Atas keterangan Roy, tim pengacara Prita sudah berencana memanggil saksi ahli teknologi informasi dalam persidangan berikutnya. Hal ini karena Roy Suryo adalah saksi yang diajukan oleh jaksa.

"Roy itu amatiran, dia sendiri yang memproklamirkan ahli IT. Dia hanya guru sekolah yang tidak memiliki ijazah IT," ujarnya. "Keterangannya sama saja seperti penjual HP di Roxy."

Sebelumnya Roy menjelaskan, email yang dikirimkan Prita dikirim dengan standar dan kapasitas yang sama kepada 20 alamat email melalui menu 'To' bukan 'Cc'. "Kalau dikirimnya pakai 'Cc', secara etika penerima tak boleh memforward, tapi ini lewat 'To' semua," ujar Roy.

Niat Prita menyebarluaskan email, kata Roy, juga tercermin dalam redaksional di paragraf akhir tulisannya. "Dalam email ada niat dari Prita agar emailnya tersebar, terbukti dari tiga paragraf terakhir yaitu 'Saya sangat mengharapkan mudah-mudahan salah satu pembacanya adalah karyawan atau dokter atau manajemen RS Omni'," kata Roy.

***

Kisah Prita bermula saat ia memeriksakan kesehatannya di RS Omni Internasional pada 7 Agustus 2008. Hasil laboratorium menyatakan kadar trombositnya 27.000, jauh di bawah normal 200.000. Akibatnya ia harus menjalani rawat inap dan mendapat terapi sejumlah obat.

Setelah beberapa hari dirawat, kondisi Prita tak membaik. Saat keluarga meminta penjelasan, dokter malah menyampaikan revisi hasil tes trombosit dari 27.000 menjadi 181.000 tanpa memberikan lembar tertulis laboratorium. Dokter mengatakan Prita menderita demam berdarah.

Namun kesembuhan tak kunjung ia dapat. Lehernya malah bengkak. Maka ia memutuskan pindah rumah sakit. Di rumah sakit kedua, Prita ternyata didiagnosa menderita penyakit gondong bukan demam berdarah. Prita pun sembuh.

Atas kondisi itulah Prita merasa dirugikan RS Omni Internasional. Ibu dua anak itu kemudian menulis surat keluhan dan mengirim kepada sejumlah rekannya melalui email. Dalam waktu singkat email itu beredar luas di sejulah milis dan blog.

Surat itu pun terbaca manajemen RS Omni Internasional. Atas keluhan Prita, rumah sakit di kawasan Alam Sutera itu kemudian menyeret Prita ke jalur hukum dengan tuduhan pencemaran nama baik.

Prita dijerat pasal berlapis, yaitu Pasal 310 KUHP tentang pencemaran nama baik dengan ancaman hukuman 1,4 tahun penjara, Pasal 311 KUHP tentang pencemaran nama baik secara tertulis dengan ancaman 4 tahun penjara, serta Pasal 27 Ayat 3 UU ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar.

Prita yang terancam enam tahun penjara ditahan pada 13 Mei 2009. Namun tiga minggu kemudian hakim mengabulkan penangguhan penahanan Prita setelah muncul berbagai dukungan dari publik dan pejabat pemerintah. Hakim PN Tangerang juga menghentikan kasus Prita melalui putusan sela pada 25 Juni lalu. Namun, jaksa mengajukan banding atas keputusan tersebut dan terkabul.

Sementara pada Senin 8 Juli 2009, Komisi Kesehatan DPR merekomendasikan pencabutan izin Rumah Sakit Omni.

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya