06/07/08 16:29
Kamera Canggih "Misterius" di CASA TNI AU
Oleh Rini Utami
Jakarta, (ANTARA News) - Matahari makin tinggi, namun Yetti Susilowati masih enggan untuk memulai harinya. Hari itu, adalah hari pertama suaminya Kolonel Sus Supriady tak lagi menemani hari-harinya.
Malam sebelumnya, setelah dua hari menunggu dalam ketidakpastian bercampur kesedihan dan kecemasan, Yetti dan dua putrinya melepas kepergian suaminya menghadap Sang Pencipta di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata.
Kolonel Sus Supriady dan empat rekannya serta 13 orang lainnya, meninggal dunia saat melakukan latihan pengoperasian kamera udara digital baru (Digital Mapping Camera/DMC), setelah pesawat Casa N212-200 yang membawanya jatuh di kaki Gunung Salak pada 26 Juni 2008.
"Beberapa hari silam, dia memang sibuk mempersiapkan penerbangan ujicoba kamera udara digital baru. Bahkan pada hari mau terbang itu dia tidak sempat pamit, padahal biasanya dia pamit meski saya sedang di kamar mandi sekali pun," kenang Yetti.
Malahan, tambah sekretaris Menteri Keuangan itu, suaminya membuat sebuah kotak yang mungkin untuk membawa atau melindungi kamera udara digital baru itu.
"Mungkin kotak itu untuk melindungi kamera itu sebelum diujicoba. Tuh kotaknya masih ada di dalam rumah," ungkap Yetti, yang dibenarkan oleh putri bungsunya.
Secanggih apa kamera udara digital yang baru dimiliki TNI AU itu, tak banyak orang yang tahu hingga musibah itu datang. DMC yang diujicobakan menjadi misteri tersendiri bagi sebagian orang, mengingat korban meninggal dalam ujicoba itu tidak bisa dibilang sedikit.
Buatan Jerman
Kamera Udara Digital atau Digital Mapping Camera/DMC yang diujicoba oleh almarhum Kolonel Sus Supriady dan rekannya, bermerek ZI-Integraph buatan Jerman.
Kamera tersebut merupakan pengadaan 2004/2005 Mabes TNI Angkatan Udara melalui fasilitas Kredit Ekspor (KE). "Namun kamera itu baru bisa didatangkan ke Indonesia pada November 2007," kata Asisten Logistik (Aslog) Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) Marsekal Muda Imam Wahyudi.
Perangkat DMC senilai 5,5 juta dolar AS itu mulai di ujicoba oleh pihak TNI AU yakni Dinas Survei dan Pemotretan Udara (Dissurpotrud) sebanyak dua kali.
"Ujicoba yang berujung maut kemarin, merupakan ujicoba yang ketiga kali," ungkap Imam.
Sebelumnya, DMC juga telah diujicoba oleh Letkol Sus Supriady dan rekan di Jerman pada 15 sampai 24 Maret 2008. Pelatihan di Jerman meliputi perakitan dan "ground test DMC" di Assembling Workshop dan ruang simulasi DMC Z/I Intergraph, Aalen, Jerman.
"Ground test DMC" merupakan penjelasan tentang cara kerja dan pengoperasian DMC untuk memastikan seluruh komponen DMC dapat berfungsi dengan baik sebelum dilaksanakan pemotretan udara.
Selain itu, dilakukan pula "Test Flight DMC" menggunakan pesawat udara jenis Cessna Caravan dengan call sign D-FOTO di Elchingen Airfield, Jerman.
Kepala Dissurpotrud TNI Angkatan Udara Marsekal Pertama Djubaedi mengungkapkan, DMC merupakan sistem kamera udara yang dirancang untuk mendukung pemetaan dengan resolusi dan akurasi tinggi menggantikan kamera pemetaan berbasiskan film.
Layaknya kamera udara digital, DMC Z/I Intergraph terdiri atas lensa atau badan kamera, "Flight Data Storage"/FDS, Mounting (bantalan kamera), GPS dan IMU serta Airbone Sensor Management System/ ASMS.
Dengan menggunakan Large Format Charge Couple Device (CCD) digital aerial camera, kamera baru itu mampu menghasilkan foto udara digital dengan format besar.
Tidak itu saja, kamera DMC memiliki 12 pilihan saluran panjang gelombang (12-bit radiometric resolution) untuk menghasilkan resolusi yang teliti.
Di samping itu, DMC juga memiliki empat lensa pankromatik (warna sesungguhnya) dan empat lensa multispektral (warna semu) atau Pan and 4-band multispectral imagery.
Konsep yang diusung dalam DMC berupa "foward motion-compensation", merupakan keunggulan lain yang ditawarkan, dimana teknik penghilangan blur pada kamera foto udara berbasis digital tanpa keterbatasan dan kegagalan yang diakibatkan pergerakan bagian-bagian kamera.
Kamera udara digital buatan Jerman itu juga dilengkapi dengan "In-Flight Data Storage (FDS)" yakni sarana penyimpanan data hasil pemotretan dengan kemampuan mentransfer data berkecepatan tinggi disertai kapasitas sebesar 1.160 GB.
Dengan fasilitas ASMS, operator dapat mengoperasikan kamera secara otomatis sesuai misi yang telah direncanakan, tambah Djubaedi.
Fasilitas lain yang mendukung kecanggihan kamera udara digital ini adalah Post-Processing Ground Station/PPS dimana proses mendapatkan gambaran area yang dipotret secara cepat mengunakan perangkat lunak DIME hingga menghasilkan gambaran area secara Uncontrolled Mosaic atau tanpa mengacu pada kooordinat area sebenarnya.
"Koordinat area yang sebenarnya dapat dilanjutkan dengan proses fotogrametri, hingga hasilnya benar-benar sesuai dengan kondisi nyata," katanya menambahkan.
Djubaedi menambahkan, untuk memfungsikan kamera DMC seberat 450 lb atau sekitar 202,5 kilogram dibutuhkan daya 28 volt (DC).
Tak Sebatas Bogor
Dengan segala fasilitas canggih itu, Djubaedi menegaskan, DMC ZI/Intergraph itu akan digunakan untuk pemetaan seluruh wilayah Indonesia.
"Jadi, tidak sebatas di Bogor saja, misal karena di sana ada sesuatu yang ingin dilihat. Bukan, ujicoba itu untuk memastikan semua fungsi dari DMC berjalan optimal untuk segala medan, topografi dan lain-lain. Ujicoba kan boleh dimana saja, di Papua juga bisa," ia menjelaskan.
Dijabarkannnya, dibanding kamera yang selama ini digunakan, DMC ZI/Intergraph ini sangat menghemat waktu proses laboratorium foto, mampu menghasilkan resolusi spasial yang tinggi, yakni tiga inci untuk ketinggian 2.100 kaki.
Dengan begitu, DMC dapat digunakan untuk perencanaan keamanan, analisa vegetasi atau tutupan lahan, pemetaan koridor berupa jalan dan jalur rel, listrik, air, telepon, yang dapat diakuisisi secara cepat dalam format besar.
Selain itu, pengontrolan kualitas gambar pada saat pemotretan dapat dilakukan secara otomatis hingga gambar dapat ditampilkan dalam waktu relatif cepat, tutur Djubaedi.
Konsep modular dengan menghasilkan sistem solusi yang fleksibel serta aplikasi penginderaan jarak jauh menjadi keunggulan tersendiri dari kamera ini, selain FMC motion compensation yang dapat memberikan tampilan area beresolusi tinggi dalam skala foto besar meski kamera dioperasikan dalam kondisi cahaya yang kurang.
"DMC ini juga dilengkapi "image frame" yang dapat memberikan gambar geometri stabil, layaknya menggunakan kamera ukuran sembilan inci plus `central prespective sensor model," katanya.
Fasilitas dan kelebihan yang dimiliki DMC ini, tambah Djubaedi, harus benar-benar dikuasai seluruh personel Dissupotrud TNI AU untuk melaksanakan visi misinya.
"Karena itu ada beberapa ujicoba, tidak saja untuk alat itu sendiri tetapi juga manusia yang mengoperasikan. Lokasi ujicoba bisa di mana saja, karena kamera ini juga akan digunakan untuk mendukung tugas Dissurpotrud di seluruh wilayah Indonesia. Tidak hanya Bogor," tuturnya menegaskan.
Kini dengan jatuhnya pesawat Casa N212-200 yang mengangkut DMC itu, maka TNI AU terpaksa memaksimalkan kembali kamera udara lama yang dioperasikan selama ini oleh Skadron Udara 4 Pangkalan Udara Abdurrahman Saleh, Malang.
"Kami hanya membeli satu unit DMC, sekarang jatuh ya kita maksimalkan kembali penggunaan kamera udara yang dipakai selama ini," kata Djubaedi.(*)
COPYRIGHT © 2008
http://antara.co.id/arc/2008/7/6/kamera-canggih-misterius-di-casa-tni-au/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar