INILAH.COM, Yogyakarta - Berbagai fakta dalam penulisan sejarah yang ada di Indonesia dinilai belum terungkap secara utuh. Karena itu, buku sejarah Indonesia disarankan untuk direvisi.
"Banyak buku sejarah belum memuaskan karena banyak fakta yang belum diungkapkan," cetus Penulis asal Belanda Harry A Poeze saat peluncuran buku Tan Malaka, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia Jilid 2, di Universitas Sanata Dharma Yogyakarta, Senin (24/8).
Kondisi penulisan sejarah yang belum memuaskan itu, menurut dia, semakin terasa saat dirinya akan menyusun buku tentang Tan Malaka. "Saya harus mewawancarai orang-orang di sekitar Tan Malaka yang menjadi saksi sejarah sebagai dasar penelitian karena surat kabar dan majalah sudah tidak ada lagi," tuturnya.
Ia berharap, jika masih ada fakta sejarah yang belum diungkapkan, pemerintah perlu segera mencatatnya dan memberitahukannya kepada masyarakat untuk diperiksa dan dinilai. Buku Tan Malaka Jilid 2 adalah rangkaian dari enam jilid cerita tentang Tan Malaka yang ditulis Poeze dalam Bahasa Belanda setebal 2.200 halaman.
Sedangkan dosen jurusan sejarah Fakultas Ilmu Budaya Universitas Gadjah Mada (UGM) Julianto Ibrahim menilai karya yang dihasilkan Poeze luar biasa. Karena pembaca terserap dalam alur waktu perjalanan Tan Malaka.
"Tulisan yang ada tidak hanya menggambarkan hari per hari, tetapi sudah jam demi jam, sehingga buku ini bisa dijadikan referensi sejarah yang baik karena memuat fakta yang banyak," ungkap Julianto.
Pendapat serupa juga diungkapkan Ketua Jurusan Ilmu Pemerintahan Fakultas Ilmu Sosial dan Politik UGM, Cornelis Lay. Ia menyatakan dirinya memperoleh gambaran baru mengenai sosok Tan Malaka.
"Dari berbagai tulisan yang ada, Tan Malaka sering digambarkan sebagai sosok perenung yang mengisolasikan diri dari realitas politik, tetapi melalui tulisan Poeze saya mendapatkan gambaran Tan Malaka sebagai sosok yang mengisi setiap denyut pergerakan Indonesia," ujarnya.
Dalam buku tersebut digambarkan Tan Malaka adalah sosok dengan pemikiran revolusioner. Salah satunya adalah berusaha memperoleh kemerdekaan Indonesia 100 persen, bukan hanya mengandalkan diplomasi.
Ia menyatakan, meski buku tersebut mengacu pada sosok pria kelahiran Minangkabau Sumatra Barat, secara garis besar buku tersebut berisi mengenai revolusi Indonesia.
Cornelis Lay juga mengagumi kekayaan data dalam buku tersebut. Hal tersebut penting karena dapat menjadi dasar dalam mendefinisikan kembali proses perkembangan politik Indonesia dari awal.
"Poeze memberikan sumbangan yang luar biasa bagi ilmu pengetahuan Indonesia dan juga bagi pemahaman yang lebih baik tentang Indonesia," jelas Cornelis. [*/jib]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar