Mengapa "Keong Racun" Begitu Terkenal

VIVAnews -

Shinta dan Jojo bukanlah penyanyi, namun menjadi perbincangan lewat aksi lipsync lagu "Keong Racun" di media sosial YouTube. Aksi keduanya membuat lagu "Keong Racun" menjadi salah satu yang dicari. Kedua gadis Bandung ini bahkan lebih populer daripada penyanyi asli lagu tersebut.

Bagi Roby Muhamad, pakar media sosial yang mengajar di Universitas Indonesia, Shinta dan Jojo adalah bukti "epidemi sosial" di internet bukan berbasis kualitas. Bukan kualitas yang terpenting, namun bagaimana dia bisa menyebar, kata Roby dalam sebuah diskusi di Teater Salihara, Jakarta, Sabtu 14 Agustus 2010.

"Untuk berhasil menciptakan epidemi sosial, jangan hanya fokus pada kualitas ide, apakah ide tersebut bisa berhasil atau tidak. Tetapi, fokuslah pada mekanisme penyebaran," kata penemu teori "Six Degrees of Separation" atau rata-rata semua orang di dunia terhubung melalui enam perantara itu.

"Coba perbanyak ide. Ide mana yang berhasil, itu yang kita dorong. Sama halnya dengan bisnis. Coba perbanyak bisnis. Bisnis mana yang mulai terlihat berhasil, fokus di bisnis itu dan nantinya akan besar dengan sendirinya," kata fisikawan jebolan Institut Teknologi Bandung yang memilih hijrah mengkaji sosiologi itu.

"Mekanisme penyebaran terbantu dengan orang-orang yang terlibat di dalam media sosial. Mereka itu adalah jejaring bosan kerja (JBK)," kata Roby. "Kenapa disebut seperti itu?"

Mereka yang aktif di media sosial, khususnya media sosial digital, akan memilih untuk ber-Facebook ria, atau Twitter dan BlackBerry. "Dan, mereka aktif di sana. Terbukti bahwa mereka yang aktif di ranah tersebut adalah orang-orang yang bosan kerja atau memang kurang kerjaan. Jejaring sosial ini bisa dikatakan jejaring sosial terbesar di dunia," katanya.

"Seperti pada kasus "Keong Racun". Kenapa bisa meledak di Internet. Karena Internet diramaikan oleh mereka yang energetik dan maniak. Ada maniak obsesif. Mereka terlibat di sebuah media sosial karena obsesi untuk memperjuangkan apa yang dianggap benar. Terdapat pula maniak narsis, seperti Shinta dan Jojo."

Saat ini, kata Roby, pergerakan di media sosial kini lebih terdistribusi. Zaman sekarang, khususnya di dunia pemasaran, influencer jadi tidak terlalu dibutuhkan. Gerakan sosial digital efektif karena berbasis jejaring kelompok. Ketika sebuah isu menarik muncul dan kemudian meluas, distribusi informasi itu menyebar dengan sendirinya.

"Jadi, media sosial kini dapat dijadikan media untuk menyebarkan narasi gerakan sosial tertentu, distribusi informasi, bahkan menjadi alat koordinasi/organisasi," katanya.

• VIVAnews

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya