Cita Rasa Portugis ‘Krontjong Toegoe’

Cita Rasa Portugis 'Krontjong Toegoe'

Lewat 'Krontjong Toegoe', mereka menunjukkan eksistensi Portuguese.

Pipiet Tri Noorastuti

VIVAnews – Mereka adalah keturunan Portuguese alias Portugis. Lewat 'Krontjong Toegoe', mereka menunjukkan eksistensinya.

'Krontjong Toegoe' adalah salah satu grup musik keroncong yang ada di Kampung Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara. Kelompok yang terbentuk 12 Juli 1988 ini dibidani oleh seorang Tugu, Arend J Michiels. Tugu adalah sebutan bagi keturunan Portugis di Jakarta. Tugu diambil dari kata Portuguese.

Para Tugu yakin keroncong adalah musik warisan tentara keturunan Portugis yang hidup di Kampung Tugu pada pertengahan abad ke-17. "Asal katanya dari bunyi gitar kecil yang menjadi instrumen utama crong, crong, crong, …," kata Arthur Michiels, seorang pemusik 'Krontjong Toegoe'.

Seluruh awak 'Krontjong Toegoe' adalah anak muda Tugu. Mereka adalah N Yanto (biola-pelatih), Arend J Michiels (cello), A.S Michiels (melodi gitar), Y Leonard Kalelufna (melodi gitar), Andre J Michiels (prounga), Efraim Abraham (mancina), Martinus Cornelis (rhytem gitar), Dicky Deady Michiels (rhytem gitar), Benjamin Abraham (melodi gitar), Alfondo Andries (rebana), dan Arthur J Michiels (contra bass).

'Krontjong Toegoe' cukup mendapat tempat di kalangan musisi keroncong. Kiprahnya tak hanya diakui di dalam negeri, tapi juga mancanegara. Beberapa kali grup musik yang berakar budaya Portugis ini diundang bermusik di Belanda.

Arthur mengatakan, ia dan para musisi seangkatannya merupakan musisi keroncong tugu generasi kesepuluh. Demi melestarikan budaya Tugu, mereka pun melakukan regenerasi. Maka, lahirlah 'Krontjong Toegoe' Junior, pemusik keroncong Tugu generasi kesebelas pada awal September lalu. "Tak ada yang memaksa mereka," ujar Arthur.

Penampilan perdana 'Krontjong Toegoe' Junior pun sukses memukau pengunjung Festival Kampung Toegoe yang digelar di halaman Gereja Tugu, Kelurahan Semper Barat, Kecamatan Cilincing, Jakarta Utara, Sabtu 15 November, pekan lalu.

Arthur menambahkan, pembeda musik 'Krontjong Toegoe' dengan keroncong lainnya adalah pada irama dan lagu yang dinyanyikan. Irama musik 'Krontjong Toegoe' lebih rancak dan penuh semangat. Hal ini dipengaruhi sifat orang Portugis yang senang berpesta.

Sedangkan, lagu-lagu yang mereka nyanyikan banyak yang berbahasa Portugis seperti Cafrinho, Jan Kaga Leti, Moresco, dan Gatu du Matu. "Lagu Nina Bobo itu juga lagu Tugu untuk menidurkan anaknya. Asal katanya dari Menina yang artinya anak kecil perempuan," ujar Arthur.

Selain 'Krontjong Toegoe', di Tugu ada beberapa grup musik keroncong lain, di antaranya, 'Moresco Tugu, dan 'Cafrinho Tugu'. Di tengah gempuran musik modern di Jakarta, mereka berupaya keras mempertahankan warisan budaya. "Kami terbuka jika ada warga non-Tugu yang bergabung," ujar Arthur.


Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya