Sejarah Singkat Museum Kekayon Yogyakarta

Kekayon - Profil
header

Pada tahun 1967 Prof. dr. Soeyono Prawiro Hadikusumo Sps SpKj. Salah satu ahli jiwa senior di Yogyakarta yang menyelesaikan studi S-2 di Belanda, berwisata ke museum di Amsterdam, penjaga museum tertarik dengan wayang. Sehingga Soeyono tertarik mendirikan museum wayang. Soejono memburu wayang sampai Banyuwangi dan Bali. Kini telah ada 5.464 koleksi wayang berasal dari Nusantara dan Mancanegara di pajang di Museum.

Museum didirikan tahun 1987 dengan dana pribadi, serta dengan koleksi wayang terlengkap di Indonesia. Museum yang namanya merujuk pada gunungan wayang dengan makna filsafat sebagai permulaan kehidupan baru. Pembukaan secara resmi oleh Gubernur DIY Sri Paduka Paku Alam VIII pada tanggal 5 januari 1991 dan mulai beroperasi sepenuhnya pada tanggal 17 Juni 1992. Semua jenis wayang dari yang konvensional : wayang kulit, hingga wayang wahyu untuk penyebaran agama Nasrani yang langka ada disini. Salah satu koleksi unik : sprangkat wayang tokoh sejarah Indonesia. Koleksi andalan : wayang golek “Thengul” berusia 250 tahun dari jepara. Serta wayang purwo 100 tokoh keluarga Kurawa yang terbuat dari kulit kerbau. Di tengah kompleks museum ada gedung untuk pementasan wayang. Lokasi museum sebenarnya tidak terlalu jauh dari kota Yogyakarta. Hanya belum banyak pengunjung yang datang karena kurang dipublikasikan padahal museum ini merupakan salah satu referensi untuk membuka khazanah dunia pewayangan Nusantara.
Tujuan utama Museum Kekayon adalah Preservasi Kebudayaan Nasional, khususnya kebudayaan wayang dan hal-hal yang terkait dengan tujuan tersebut. Sasaran operasional adalah Remaja Wisata Nusantara dengan harapan agar generasi muda lebih mengetahui dan memahami kebudayaan adiluhung yang asli nenek moyang. Sebagai museum, museum Kekayon juga mempunyai fungsi pendidikan, wahana penelitian dan rekreasi. Pada saat-saat tertentu (secara periodik) diadakan pertunjukan atau pagelaran wayang, yang dilanjutkan dengan acara santap bersama dan peninjauan keliling museum.   

Artikel Terkait :



Tidak ada komentar:

Arsipnya