Ambon (ANTARA News) - Tradisi "satu panggil satu" berupa masuk keluar rumah untuk makan menyemarakkan awal puasa Ramadhan 1430 Hijriah di Desa Iha Kabupaten Seram Bagian Barat, Provinsi Maluku yang merupakan warisan leluhur.
Salah seorang warga Desa Iha Eddy Patiiha ketika dikonfirmasi ANTARA Ambon, Sabtu malam, mengatakan, tradisi ini biasanya dilaksanakan saat mengawali ibadah puasa yang di Maluku biasanya disebut "Kepala Puasa".
"Saat waktu buka puasa dimulai, maka warga Desa Iha melakukan `satu panggil satu` untuk makan dan minum yang telah disediakan tuan rumah sehingga permukiman beragama Islam itu terlihat marak," ujarnya.
Apalagi, basudara yang bekerja di Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah dan Piru, ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat mudik untuk menunaikan "Kepala Puasa" bersama sanak keluarga di kampung halaman sejak dua hari terakhir.
"Tradisi ini sudah dilaksanakan ratusan tahun sebagai warisan leluhur yang dilestarikan karena mempererat kekentalan kekerabatan dalam membangun Desa Iha," kata Eddy.
Semarak pelaksanaan "Kepala Puasa" di Desa Iha dihadiri basudara pela dari Desa Ariate Kabupaten Seram Bagian Barat yang warganya beragama Kristen Protestan.
"Sejumlah warga Ariate telah berada di Iha sejak Jumat sore (21/8), jadi turut makan sahur, Sabtu dinihari," ujar Eddy.
Bupati Seram Bagian Barat, Jakobus Puttileihalat menyambut baik lestarinya tradisi "satu panggil satu" di Desa Iha karena merupakan aset budaya yang harus dilestarikan sebagai cerminan hidup leluhur.
"Tradisi ini aset budaya nasional, makanya makan sahur mengawali `Kepala Puasa` dihadiri warga Ariate (Kristen Protestan) akan ditumbuh kembangkan guna mendukung sektor pariwisata di Seram Bagian Barat yang dimekarkan dari Maluku Tengah 7 Januari 2004," katanya.
Bupati mengimbau warganya agar melestarikan tradisi yang dibingkai budaya "pela dan gandong" guna mendukung kelancaran, kesuksesan dan amannya pelaksanaan bulan suci Ramadhan 1430 Hijriah.
"Warisan leluhur itu tidak tergusur arus globalisasi, makanya tetap tumbuh dan lestari di masyarakat karena merupakan cerminan jalinan keharmonisan antarumat beragama di Maluku," ujarnya.(*)
"Saat waktu buka puasa dimulai, maka warga Desa Iha melakukan `satu panggil satu` untuk makan dan minum yang telah disediakan tuan rumah sehingga permukiman beragama Islam itu terlihat marak," ujarnya.
Apalagi, basudara yang bekerja di Kota Ambon, ibukota Provinsi Maluku, Masohi, ibukota Kabupaten Maluku Tengah dan Piru, ibukota Kabupaten Seram Bagian Barat mudik untuk menunaikan "Kepala Puasa" bersama sanak keluarga di kampung halaman sejak dua hari terakhir.
"Tradisi ini sudah dilaksanakan ratusan tahun sebagai warisan leluhur yang dilestarikan karena mempererat kekentalan kekerabatan dalam membangun Desa Iha," kata Eddy.
Semarak pelaksanaan "Kepala Puasa" di Desa Iha dihadiri basudara pela dari Desa Ariate Kabupaten Seram Bagian Barat yang warganya beragama Kristen Protestan.
"Sejumlah warga Ariate telah berada di Iha sejak Jumat sore (21/8), jadi turut makan sahur, Sabtu dinihari," ujar Eddy.
Bupati Seram Bagian Barat, Jakobus Puttileihalat menyambut baik lestarinya tradisi "satu panggil satu" di Desa Iha karena merupakan aset budaya yang harus dilestarikan sebagai cerminan hidup leluhur.
"Tradisi ini aset budaya nasional, makanya makan sahur mengawali `Kepala Puasa` dihadiri warga Ariate (Kristen Protestan) akan ditumbuh kembangkan guna mendukung sektor pariwisata di Seram Bagian Barat yang dimekarkan dari Maluku Tengah 7 Januari 2004," katanya.
Bupati mengimbau warganya agar melestarikan tradisi yang dibingkai budaya "pela dan gandong" guna mendukung kelancaran, kesuksesan dan amannya pelaksanaan bulan suci Ramadhan 1430 Hijriah.
"Warisan leluhur itu tidak tergusur arus globalisasi, makanya tetap tumbuh dan lestari di masyarakat karena merupakan cerminan jalinan keharmonisan antarumat beragama di Maluku," ujarnya.(*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar