Facebook Menyingkap Tewasnya David |
(istimewa)
INILAH.COM, Jakarta – Masih ingat David Hartanto, mahasiswa Indonesia yang tewas di Singapura? Hingga kini, kematian mahasiswa Nanyang Technological University (NTU) itu masih dibalut tanda tanya. Siapa tahu, lewat Facebook, semua bisa diungkap.
David disebut-sebut menusuk pembimbing skripsinya, Prof. Chan Kap Luk lantaran stres karena tugas akhirnya tak juga rampung. Setelah menusuk sang profesor, David dilaporkan bunuh diri dengan terjun bebas dari lantai lima kampusnya.
Percayakah Anda dengan cerita itu? Jangan buru-buru percaya. Teman-teman korban serta warga Indonesia yang kini terhubung lewat jaringan Facebook, milis-milis serta para blogger dan aktivis jurnalisme warga (citizen journalism) juga mulai meragukannya.
Christovita Wiloto, CEO Managing Partner Wiloto Corp, melihat kasus kematian David dari sisi public relations. Kematian David bakal sulit terungkap karena berkaitan dengan image Singapura.
"Sekarang kita tinggal berharap pada keterangan pemerintah dan Polisi Singapura yang akan mengumumkan hasil otopsi kematian David pada 2 April mendatang," kata Christovita kepada INILAH.COM.
Sampai saat ini media Singapura, kata Christovita, tetap memberitakan kasus kematian David dengan 'Student Step Professor'. "Artinya mahasiswa Indonesia menusuk profesor. Apapun beritanya, headlines-nya selalu begitu," ujarnya.
Makin lama ini ditulis terus, menurut Christovita, lama-lama orang akan berpikir: orang Indonesia ini kalau tidak setuju pada sesuatu main tusuk saja. Ini makin membuat orang makin punya persepsi buruk tentang Indonesia.
Christovita yang menulis buku Behind Indonesia's Headlines, sempat menyayangkan media di Indonesia yang menelan mentah-mentah media asing, terutama Singapura yang menyebutkan mahasiswa Indonesia menusuk profesornya. Padahal, kalau sedikit bersabar dan jeli, kata konsultan beberapa BUMN ini, kasus David menyisakan beberapa hal yang sangat mencurigakan.
"Banyak pemberitaan yang tidak jelas. Darah di pantat David tidak pernah dibahas di media asing? Mereka mengatakan hanya luka di tangan. Kenapa ada perbedaan-perbedaan signifikan seperti itu? Kenapa media massa di sana seolah-olah satu suara?" tanyanya.
Kesan yang muncul dari pemberitaan media setempat tentang David cenderung menyudutkan. David: anak sangat pintar yang keranjingan main game, nilai sekolahnya jelek, beasiswa dicabut, kecewa, menusuk dosen, lalu bunuh diri. Cerita itulah yang selalu diumbar.
Dari kabar email dan Facebook memang banyak sekali kejanggalan. Misalnya saja, dalam tujuh jam sejak kejadian, lokasi sudah dibersihkan. Bahkan, ketika Hartono, ayah David melihat ke lokasi, semua barang benar-benar sudah rapi, termasuk ruangan sang profesor.
Hartono juga tidak diperbolehkan melihat wujud jenazah anaknya secara utuh. Semuanya sudah dibungkus plastik dengan sangat rapat dan kuat. Hartono hanya dapat melihat wajah anaknya.
Kecurigaan lain muncul. Sepekan setelah kematian David, ada juga mahasiswa yang disebut-sebut bunuh diri. Mahasiswa ini kabarnya sebagai saksi kunci dalam kematian David.
Menurut Christovita, sebenarnya mahasiswa dan rekan David di NTU banyak yang ingin berbagi informasi. Namun, belakangan, mereka sulit dikontak. Email mereka pun secara otomatis mengeluarkan pesan kembalian. "Mereka tiba-tiba tidak mau diganggu dengan alasan sibuk," kata Christovita. Padahal, mereka diancam untuk tidak berbicara kepada pers.
Kepada INILAH.COM, Hartono pernah mengaku memiliki saksi kunci dalam kematian anaknya. Namun, dia menolak mengungkapkan karena khawatir saksi kunci itu dibunuh seperti rekan lainnya.
Hartono juga sampai saat ini masih terus mencari keberadaan flashdisk anaknya. Ia mendapat kabar, David hampir merampungkan skripsinya atau sekitar 90%.
"Kata temanya, dia bawa flashdisk yang berisi hasil skripsi dia. Mungkin dia sudah mau kasih ke dosen. Yang saya dengar, dia sudah berhasil 90%. Kalau dia bilang David mau tusuk, ngapain dia bawa ransel berat-berat begitu. Itu nggak masuk akal. Katanya setelah dia menusuk, dia potong urat nadi lalu loncat. Itu bohong semua," tegas Hartono.
Dari perbincangan INILAH.COM dengan penggiat jurnalisme warga Iwan Piliang, kematian David itu berkaitan dengan skripsinya yang diperkirakan sangat berharga. Skripsi tersebut, menurut Iwan berkaitan dengan teknologi bluetooth dan teknologi tiga dimensi.
"Jadi dengan penemuan ini, nanti orang menonton film tiga dimensi tidak harus menggunakan kacamata khusus lagi," kata Iwan yang mengaku mendapat sumber ahli yang sangat dipercaya. Iwan curiga, sang profesor dan David ini tarik ulur soal hak cipta bila skripsi itu rampung nantinya. [I4]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar