Refleksi : Apakah ada sesuatu yang telah teruji pada sang syeh dan oleh karena itu namanya Syeh Puji ataukah karena namanya Pujiono?
Minggu, 08 Maret 2009 , 07:53:00 DROP: Syekh Puji didampingi istri tuanya.(jpnn) |
Kasat Reskrim Polwiltabes Semarang AKBP Roy Hardi Siahaan mengungkapkan, pria kaya-raya yang tinggal di Desa Jambu, Kecamatan Bedono, Kabupaten Semarang, Jateng, itu tidak kooperatif selama penyidikan. Jawaban yang disampaikan kerap berubah-ubah saat penyidik membacakan ulang jawaban yang telah disampaikan.
Menurut Roy, dalam proses pemeriksaan kemarin, sebanyak 32 pertanyaan dilontarkan kepada pemilik Ponpes Miftahul Jannah tersebut.
Roy mengungkapkan, materi pertanyaan masih seputar proses terjadinya pernikahan secara siri Syekh Puji dengan Lutviana Ulfa, bocah 12 tahun.
"Jawaban yang ia (Syekh Puji, Red) berikan berbelit-belit. Ini kurang memuluskan jalannya pemeriksaan. Tadi (Jumat malam, Red) sebenarnya mau dituntaskan tapi kondisi fisiknya (Syekh Puji) tidak memungkinkan. Jadi pemeriksaan dihentikan," ujarnya.
Karena itu, masih menurut Roy, pemeriksaan Syekh Puji akan dilanjutkan Rabu (12/3) mendatang.
"Pemeriksaan masih belum tuntas. Kami masih banyak pertanyaan yang akan diajukan kepada yang bersangkutan," tambahnya.
Penundaan pemeriksaan, lanjut Roy, juga atas permintaan Syekh Puji yang kondisi kesehatannya drop.
"Pemeriksaan kita lanjutkan Rabu (12/3) sekira pukul 09.00 seperti yang disepakati oleh yang bersangkutan. Pemeriksaan nantinya masih terkait UU Perlindungan Anak dan KUHP," ujarnya.
Seperti diketahui, Puji diperiksa lantaran menikah siri dengan Lutviana Ulfa. Pernikahan Puji-Ulfa dianggap polisi menyalahi UU 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, dan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
DUKUNG POLISI
Terpisah, Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) mendukung langkah kepolisian memproses Syekh Puji. Alasannya, jika kasus tersebut tidak ditangani, mengakibatkan dampak buruk bagi bocah perempuan pada umumnya.
"Saya lihat langkah polisi ini sudah sesuai instrumen hukum seperti KUHP, UU Perkawinan, serta UU Perlindungan Anak," kata anggota Komnas HAM Johny Nelson Simanjuntak usai seminar bertema Golput: Antara Haram dan HAM di ruang Serbaguna DPRD Jateng, Sabtu (7/3).
Dia menambahkan, di dalam KUHP dijelaskan bahwa pernikahan tanpa ikatan yang sah dapat dipidanakan karena termasuk tindakan kriminalitas. Sementara di dalam UU Perkawinan dijelaskan, usia perkawinan minimum usia 16 tahun untuk perempuan.
Sebelumnya, Komnas HAM juga pernah membuat pernyataan pernikahan Syekh Puji dengan Lutviana Ulfa harus ditinjau ulang.
"Alasan kawin siri yang dibenarkan oleh agama ini masih dapat diperdebatkan. Terlebih karena kawin sirinya dengan anak yang berusia di bawah batasan yang disayaratkan UU Pernikahan," paparnya.
Dia juga meminta agar Syekh Puji dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Soal hukumannya tidak harus langsung dipenjarakan. Namun dianggap perkawinan itu suatu tindakan yang bisa merugikan kepentingan anak di Indonesia pada masa depan.
Dia menerangkan, menikah memang merupakan hak asasi manusia. Namun dalam kasus Syekh Puji, pernikahan tidak dapat diterima secara umum. Soal pendapat tentang Ulfa yang tidak merasa dirugikan, dia menganggap sebagai pendapat pribadi. Artinya, tak berelevansi dengan hukum yang diberlakukan pada masyarakat Indonesia.
Ketua MUI Jateng KH Ahmad Daroji yang juga menjadi pembicara dalam seminar itu menjelaskan, pernikahan tersebut diindikasikan tidak hanya soal nikah siri, namun juga menikahi anak di bawah umur.
"Pelanggarannya menyangkut hak seorang anak. Saya khawatir jangan-jangan ada pelanggaran lainnya seperti pemaksaan contohnya," tandasnya.(ric/isk/jpnn)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar