DI Desa
Pakemitan, Kecamatan Ciawi, Kabupaten Tasikmalaya, Jawa Barat, ada satu
batu besar di tengah sawah yang bentuknya menarik perhatian saya. Batu
yang berbentuk unik ini sudah saya kenal sejak saya masih kanak-kanak,
waktu itu ayah saya biasa mengajak nuar awi (menebang bambu) di kebun kakek di Cibangkong.
Nah, sebelum
melewati Cibangkong itu batu berbentuk unik itu sudah ada di sana dan
bahkan dianggap sebagai tempat angker, tempat bersemayamnya makhluk
gaib. Seingat saya, zamannya nalo (national lotre) alias judi massal
masih diperbolehkan, ada saja bekas sesajian di tempat itu.
Sebagai
jurnalis, saya tergelitik dengan bentuk batu sebesar gajah dewasa di
tengah sawah itu. Saya tidak tahu apakah bentuk batu itu menyimpan
sejarah masa lalu yang "heboh dan mencengangkan", apakah dia menyimpan
sesembahan manusia masa lalu ketika agama yang sekarang kita kenal
belum ada dan sampai ke desa Pakemitan itu, apakah itu prasasti atau
penanda tapal batas wilayah kerajaan, atau semata batu belaka?
Mengapa
saya tertarik menulis dan berbagi mengenai batu yang bisa saja
kebetulan bentuknya seperti foto yang tersebar di tubuh tulisan ini?
Karena saya ingat satu nama, Erich von Daniken! Karena teringat satu
nama itulah maka tulisan ini ada.
Perkenalan saya dengan orang
yang dijuluki "Profesor Sinting" itu jauh ke masa silam, kurang lebih
30 tahun lalu, saat Harian Suara Karya menurunkan tulisan bersambung
mengenai kiprah Daniken sebagai peneliti dan penjelajah aneh dengan
teori-teori nyeleneh-nya.
Waktu itu saya masih duduk di
kelas enam sekolah dasar dan saya membaca tulisan bersambung itu dengan
penuh minat. Mengapa saat itu orangtua hanya berlangganan Suara Karya?
Maaf kalau saya menyinggung satu pihak sebab zaman itu zaman Orba
sehingga koran yang berafiliasi ke Golkar itu pun harus/wajib dilanggan
para guru! Kalau guru tidak berlangganan koran itu, tahu sendiri
akibatnya. Tapi itu dulu! Sekarang zaman sudah berganti...
Nah,
yang saya ingat sampai sekarang adalah teori Daniken yang mengatakan:
bahwa pada masa lalu planet Bumi kita ini dihuni oleh makhluk-makhluk
pintar dari luar angkasa (alien) sehingga peninggalannya bisa dilihat
di Bumi ini. Peninggalan alien itu antara lain (dan ini yang membuat
marah sebagian orang): piramid dan sphinx di Mesir, coretan
gambar/sketsa raksasa di lembah Nazca di Peru, peta bumi dan alat
navigasi Piri Reis (pelaut?) yang meski sudah berusia 3.000-an tahun,
tetapi peta dunia yang ada saat itu sama persis dengan peta bumi yang
sekarang ada! Daniken beranggapan, peta itu hanya bisa dibuat seakurat
mungkin hanya jika menggunakan pencitraan satelit atau pesawat ulang
alik!
Daniken memprovokasi dengan sebuah pertanyaan: mampukah
peradaban manusia ribuan tahun lalu membuat satelit atau pesawat ruang
angkasa di saat peradaban manusia modern baru bisa mengorbit bumi akhir
tahun 1950-an?
Dulu saya membacanya seperti itu, sekarang saya
baru mengernyitkan dahi sambil mengurut-ngurut kepala, benar juga ya?
Yang saya tahu, Daniken rajin menelusuri lukisan, kerajinan, dan
ukiran-ukiran kuno ribuan tahun lalu. Anehnya, dia fokus pada
bentuk-bentuk manusia aneh (alien) dan benda-benda terbang bersayap
yang diduga pesawat ruang angkasa milik makhluk pintar yang disebut
alien itu.
Siapa yang tidak tersengat kalau potongan piramid di
Mesir itu dikerjakan oleh laser tajam dan bukan dipahat manusia Bumi?
Daniken berteori: hanya makluk pintar dari angkasa luasr yang bisa
memotong-motong batu itu seperti memotong kue lapis menggunakan pisau
laser canggih! Terang saja, teori Daniken ini dianggap melecehkan
peradaban manusia!
Jadi.... kembali ke batu di Cibangkong itu!
Apakah penggalan batu yang terbagi dua secara simetris itu dikerjakan
oleh laser canggih dari luar angkasa? Apakah manusia purba mampu
membelah batu itu dengan alat pahat "modern" pada masanya sehingga
menjadi rata satu sama lain seperti orang membelah kue lapis?
Untuk yang satu ini, mari kita diskusikan bersama dengan melihat foto-foto yang saya jepret dan di-sharing
di sini. Syukur kalau ada arkeolog atau orang-orang dari Dinas
Purbakala yang berminat mempelajarinya, siapa tahu batu itu bercerita
banyak mengenai peradaban masa silam. Siapa tahu di balik batu itu ada
tulisan yang bisa dibaca dan dimaknakan.
Yang jelas,
keingintahuan manusia akan sesuatu yang sifatnya "belum terpecahkan"
harusnya menjadi milik kita semua. Bagi mereka yang berminat
menelitinya, saya bersedia mengantar Anda (jika punya waktu) sampai ke
tempat batu itu berdiri dengan keunikan dan keanehannya,
setidak-tidaknya bagi saya.*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar