Netter Indonesia Bergantung pada Portal |
Indra Darmawan Jum'at, 6 Maret 2009
VIVAnews -- Pengguna internet Indonesia ternyata sangat bergantung pada portal online ketika berselancar di dunia maya.
Hal itu diungkapkan Head of PR Yahoo South East Asia, Jason Coates, pada acara strategi bisnis Yahoo di Indonesia tahun 2009, di Jakarta, Kamis 5 Maret 2009.
"90 persen pengguna internet di Indonesia menempatkan portal online seperti Yahoo dan sejenisnya, di tempat yang paling penting," ujar Jason.
Jason melanjutkan, sesuatu yang paling dicari di urutan kedua, adalah konten berita online. Di urutan ketiga, netter akan mencari mesin pencari. Setelah itu, pengguna internet Indonesia akan membutuhkan layanan surat elektronik (e-mail), pesan instan, dan Yahoo Answer.
Oleh karenanya, Yahoo menempatkan kesemuanya itu di tempat-tempat yang mudah diakses pada portal utama Yahoo. "Inilah faktor kunci Yahoo untuk bisa bersaing," ujar Jason.
Yahoo juga melakukan peningkatan kualitas layanan dengan menyediakan fitur-fitur baru seperti pesan instan lewat layanan Yahoo Mail, layanan mengirim SMS gratis, menyediakan kapasitas penyimpanan e-mail yang tak terbatas, serta webmail berdomain baru: Rocketmail dan Ymail.
Namun, pada kesempatan itu Yahoo sama sekali tidak membahas tentang pencarian pengguna internet terhadap link jejaring sosial. Padahal jejaring sosial merupakan salah satu faktor yang tidak dapat dilupakan.
Sebab, berdasarkan situs pemeringkat Alexa.com, di Indonesia, jejaring sosial Facebook menempati peringkat ketiga setelah situs Yahoo dan Google.co.id. Sementara jejaring sosial Friendster menempati urutan kelima.
Yahoo pun sebenarnya mengaku tertarik untuk bisa bekerjasama dengan jejaring sosial, karena memandangnya sebagai hal yang penting di bidang internet.
Saat berbicara pada Morgan Stanley Technology Conference, di San Francisco Amerika Serikat, pekan ini, Chief Executive Yahoo Carol Bartz mengatakan bahwa Yahoo lebih suka menjalin kerja sama dengan situs jejaring sosial, ketimbang membangunnya sendiri.
"Saya pikir kami tidak akan membuat 'Facebook' baru," ujar Bartz seperti dikutip dari The Economic Times.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar