Gimana sih bentuk produk Notebook pertama dibuat ?

Link

Komputer mini yang mudah dibawa pertama kali dibuat pada tahun 1981 dengan nama “Osborne-1”. Ukurannya kurang lebih seperti sebuah koper yang penuh isinya. Lebih berat 10 kg dibanding notebook yang ada saat ini. Resolusi monitornya hanya 52 x 24 pixel. Osborne-1 sudah dilengkapi modem dan serial interface yang terintegrasi. Prosesor Z80A yang digunakan bekerja dengan frekuensi 4 MHz, dengan memori 64 Mbyte.

sumber : computer easy ; oldcomputer.com

xxxxxxxx

PERUMPAMAAN DALAM BUSANA KEJAWEN

Rumah Dokumentasi Budaya

PERUMPAMAAN DALAM BUSANA KEJAWEN

Busana adat Jawa biasa disebut dengan busana kejawen yang mempunyai perumpamaan atau pralambang tertentu terutama bagi orang Jawa yang biasa mengenakannya. Busana kejawen penuh dengan piwulang sinandhi, kaya akan suatu ajaran tersirat yang terkait dengan filosofi Jawa.

Ajaran dalam busana kejawen ini merupakan ajaran untuk melakukan segala sesuatu di dunia ini secara harmoni yang berkaitan dengan aktivitas sehari-hari, baik dalam hubungannya dengan sesama manusia, dengan diri sendiri, maupun dengan Tuhan Yang Maha Kuasa pencipta segala sesuatu di muka bumi ini.

Busana kejawen yang akan dijelaskan di bawah ini terdiri dari busana atau pakaian yang dikenakan pada bagian atas tubuh, seperti iket, udheng; bagian tubuh seperti rasukan atau bisa disebut dengan baju, jarik, sabuk, epek, timang; bagian belakang tubuh yakni keris; dan dikenakan di bagian bawah atau baian kaki yaitu canela.

  1. Iket

    Iket adalah tali kepala yang dibentuk sedemikian rupa sehingga berbentuk penutup kepala. Cara mengenakan iket harus kenceng, kuat, supaya ikatannya tidak mudah terlepas. Bagi orang Jawa arti iket adalah hendaklah manusia mempunyai pamikir atau pemikiran yang kenceng, tidak mudah terombang-ambing hanya karena situasi atau orang lain tanpa pertimbangan yang matang.

  2. Udheng

    Udheng dikenakan di bagian kepala dengan cara mengenakan seperti mengenakan sebuah topi. Bila sudah dikenakan di atas kepala, iket menjadi sulit dibedakan dengan udheng karena ujudnya sama. Udheng artinya mudheng atau mengerti dengan jelas. Artinya manusia akan mempunyai pemikiran yang kukuh bila mengerti dan memahami tujuan hidupnya. Artinya, manusia senantiasa mencari kesejatian hidup dan kehidupan atau sangkan paraning dumadi. Selain itu, udheng juga mempunyai arti bahwa manusia seharusnya mempunyai keahlian/ketrampilan serta dapat menjalankan pekerjaannya dengan dasar pengetahuan yang mantap atau mudheng. Atau berarti juga hendaklah manusia mempunyai ketrampilan yang profesional.

  3. Rasukan

    Sebagai ciptaan Yang Maha Kuasa, hendaklah orang Jawa ngrasuk atau menganut agama dan selalu menyembah Tuhan Yang Maka Kuasa dengan iman dan takwa. Artinya hendaklah orang Jawa takut akan Allah dan bersedia untuk selalu melakukan apapun kehendak Allah.

  4. Benik

    Busana kejawen seperti beskap selalu dilengkapi dengan benik (kancing baju) di sebelah kiri dan kanan. Lambang yang tersirat dalam benik itu adalah hendaklah orang Jawa dalam melakukan semua tindakannya dalam hal apapun selalu diniknik, diperhitungkan dengan cermat. Apapun yang akan dilakukan hendaklah jangan sampai merugikan orang lain, dapat menjaga antara kepentingan pribadi dan kepentingan umum

  5. Sabuk

    Sabuk dikenakan dengan cara melingkarkannya ke badan. Lambang atau arti dari sabuk tersebut adalah manusia harus bersedia untuk berkarya untuk memenuhi kebutuhan hidupnya, maka dari itu manusia harus ubed (bekerja dengan sungguh-sungguh) dan jangan sampai pekerjaannya itu tidak ada hasil atau buk (tidak ada keuntungan). Kata sabuk berarti usahakanlah agar segala yang dilakukan tidak ngebukne.

  6. Epek

    Epek bagi orang Jawa mempunyai arti bahwa untuk dapat bekerja dengan baik, harus epek ( apek, golek, mencari) pengetahuan yang berguna. Selama menempuh ilmu upayakanlah untuk tekun, teliti, dan cermat, sehingga dapat memahami dengan jelas.

  7. Timang

    Timang mempunyai pralambang bahwa apabila ilmu yang ditempuh itu dipahami dengan jelas atau gamblang, tidak akan ada rasa kuatir (samang-samang, berasal dari kata timang).

  8. Jarik

    Jarik atau sinjang merupakan kain panjang yang akan dikenakan untuk menutup tubuh sepanjang kaki. Jarik bermakna aja gampang serik. Artinya, jangan mudah iri terhadap orang lain, menanggapi segala masalah yang terjadi mesti berhati-hati, tidak grusa-grusu atau emosional.

  9. Wiru

    Jarik atau kain dikenakan selalu dengan cara mewiru ujungnya sedemikian rupa. Wiru atau wiron bisa terjadi dengan cara melipat-lipat ujung jarik sehingga berujud wiru. Berarti, jarik tidak lepas dari wiru. Wiru, artinya wiwiren aja nganti kleru, olahlah segala hal yang terjadi sedemikian rupa sehingga bisa menumbuhkan suasana yang menyenangkan dan harmonis.

  10. Bebed

    Bebed adalah kain atau jarik yang sedang dikenakan seorang laki-laki pada bagian tubuh sepanjang kakinya. Bebed artinya manusia harus ubed, rajin bekerja, berhati-hati terhadap segala hal yang dilakukan dan tumindak nggubed ing rina wengi artinya "bekerjalah" sepanjang hari.

  11. Canela

    Canela, mempunyai arti canthelna jroning nala, atau peganglah kuat di dalam hatimu. Canela sama artinya dengan cripu, selop, atau sandal. Canela selalu dikenakan di kaki, artinya dalam menyembah kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, hendaklah dari lahir sampai batin sujud atau menembah di kaki-Nya. Dalam hati hanyalah sumeleh, pasrah akan kekuasaan-Nya Yang Maha Tinggi.

  12. Curiga lan rangka

    Curiga atau keris berujud wilahan, bilahan dan terdapat di dalam warangka atau wadahnya. Curiga dikenakan di bagian belakang badan. Keris ini mempunyai pralambang bahwa keris sekaligus warangka sebagaimana manusia sebagai ciptaan dan penciptanya atu Allah Yang Maha Kuasa, manunggaling kawula Gusti. Karena diletakkan di bagian belakang tubuh, keris mempunyai arti bahwa dalam menyembah Tuhan Yang Maha Kuasa hendaklah manusia bisa untuk ngungkurake godhaning setan yang senantiasa mengganggu manusia ketika manusia akan bertindak kebaikan.

Sumber tulisan dari majalah Jaya Baya dan sumber-sumber lain

Tembi.org : Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri

MENELUSURI JEJAK-JEJAK SITUS KERAJAAN MATARAM ISLAM

Makam Raja-Raja Mataram di Imogiri
Pajimatan Imogiri merupakan makam raja-raja Mataram (Surakarta dan Yogyakarta) yang terletak 17 kilometer ke arah selatan dari Kota Yogyakarta melalui Jalan Pramuka - Imogiri. Di kawasan itu bagi warga masyarakat disediakan lapangan parkir yang terletak di sebelah barat gerbang masuk sebelum naik tangga. Sedangkan bagi kerabat istana dan tamu VIP disediakan parkir di bagian atas mendekati makam sehingga tidak perlu meniti tangga. Mitos setempat menyatakan bahwa barang siapa bisa menghitung jumlah tangga secara benar (jumlahnya ada 345 anak tangga) maka cita-citanya akan terkabul. Tata cara memasuki makam di tempat itu sama dengan di Astana Kotagede, dimana setiap pengunjung diharuskan memakai pakaian tradisonil Mataram, pria harus mengenakan pakaian peranakan berupa beskap berwarna hitam atau biru tua bergaris-garis, tanpa memakai keris, atau hanya memakai kain/jarit tanpa baju. Sedangkan bagi wanita harus mengenakan kemben.
Perlu diketahui bahwa selama berziarah pengunjung tidak diperkenankan memakai perhiasan. Bagi para peziarah yang tidak mempersiapkan pakaian dimaksud dari rumah bisa menyewa pada abdi dalem sebelum memasuki komplek makam. Bagi kerabat istana khususnya putra-putri raja ada peraturan tersendiri, pria memakai beskap tanpa keris, puteri dewasa mengenakan kebaya dengan ukel tekuk, sedangkan puteri yang masih kecil memakai sabuk wolo ukel konde.
Menurut buku Riwayat Pasarean Imogiri Mataram, Makam Imogiri memang sejak awal telah disiapkan oleh Sultan Agung dengan susah payah. Diceritakan Sultan Agung yang sakti itu setiap Jumat sholat di Mekkah, dan akhirnya ia merasa tertarik untuk dimakamkan di Mekkah. Namun karena berbagai alasan keinginan tersebut ditolak dengan halus oleh Pejabat Agama di Mekkah, sebagai gantinya ia memperoleh segenggam pasir dari Mekkah. Sultan Agung disarankan untuk melempar pasir tersebut ke tanah Jawa, dimana pasir itu jatuh maka di tempat itulah yang akan menjadi makam Sultan Agung. Pasir tersebut jatuh di Giriloyo, tetapi di sana Pamannya, Gusti Pangeran Juminah (Sultan Cirebon) telah menunggu dan meminta untuk dimakamkan di tempat itu. Sultan Agung marah dan meminta Sultan Cirebon untuk segera meninggal, maka wafatlah ia. Selanjutnya pasir tersebut dilemparkan kembali oleh Sultan Agung dan jatuh di Pegunungan Merak yang kini menjadi makam Imogiri.
Raja-raja Mataram yang dimakamkan di tempat itu antara lain : Sultan Agung Hanyakrakusuma, Sri Ratu Batang, Amangkurat Amral, Amangkurat Mas, Paku Buwana I, Amangkurat Jawi, Paku Buwana II s/d Paku Buwana XI. Sedangkan dari Kasultanan Yogyakarta antara lain : Hamengku Buwana I s/d Hamengku Buwana IX, kecuali HB II yang dimakamkan di Astana Kotagede. (Lihat: Skema Makam Raja-raja Mataram di Imogiri).

Skema
Makam Raja-raja Imogiri. (terlampir untuk di scan)

MENITI TANGGA: Untuk mencapai makam para Raja Mataram peziarah harus meniti tangga naik sebanyak 345 buah, mereka percaya kalau berhasil menghitung dengan tepat maka permohonan yang disampaikan kepada Raja akan dikabulkan.

MASJID MAKAM IMOGIRI: Segera setelah masuk ke komplek makam Imogiri peziarah akan menjumpai masjid yang dipakai abdi dalem dan pengunjung untuk sholat.

GAPURA SUPIT URANG: Merupakan gerbang masuk ke komplek makam, bentuknya menyerupai gapura di Bali, di samping masing-masing kaki tangga menuju ke gapura terdapat pendopo tempat para peziarah menantikan saat gerbang besar dibuka.

GENTHONG: Di sebelah dalam gapura Supit Urang, masih ada sebuah gerbang besar yang bangunannya bergaya zaman peralihan Hindu Jawa ke Islam, di dekatnya terdapat beberapa genthong air besar, dua buah diantaranya di papan nama bertulisakan: Kyai Mendung dari Ngerum dan Nyai Siem dari Siam.

GERBANG KOMPLEK MAKAM RAJA SURAKARTA: Inilah pintu masuk ke komplek Makam raja-raja Kasunanan Surakarta.

GERBANG KOMPLEK MAKAM RAJA YOGYAKARTA: Inilah pintu masuk ke komplek Makam raja-raja Kasultanan Yogyakarta.

Situs Makam Kotagede

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Situs Makam Kotagede

Kotagede terletak 10 Km arah tenggara dari Kota Yogyakarta. Di tempat ini kita dapati berbagai macam perhiasan dan interior yang terbuat dari perak. Kota kuno itu adalah bekas ibukota Kerajaan Mataram yang awalnya dibuka oleh Ki Ageng Pemanahan abad 16 M. Kotagede merupakan jembatan yang menghubungkan antara tradisi Hindu - Budha dan Islam, hal itu terlihat pada peninggalan kuno kompleks masjid makam Panembahan Senopati beserta keluarganya.

Sisa-sisa peninggalan Kerajaan Mataram berupa pintu gerbang masuk komplek Makam Kotagede yang berbentuk gapura paduraksa dan pohon beringin tua yang masih tumbuh kokoh sampai sekarang. Bangunan model paduraksa itu telah dikenal sejak masa Majapahit.

Masyarakat Kotagede yang mayoritas beragama Islam dikenal mempunyai etos kerja yang tinggi, mereka berdagang dan membuat kerajinan tangan dari perak. Kemampuan berdagang ini meruapakan warisan turun temurun. Orang Kalang pada masa kejayaan Mataram di Kotagede menjadi konglomerat-konglomerat pribumi yang hebat. Kejayaan Kotagede di masa lampau masih dapat disaksikan hingga sekarang. Ukir-ukiran yang dipahatkan pada kerangka bangunan rumah-rumah orang Kalang menunjukkan kemewahan pada zamannya.

Di makam Kotagede sumere para pepundhen Mataram antara lain : Ki Ageng Pemanahan, Panembahan Senopati, Penembahan Sedo Krapayak, Kanjeng Ratu Kalinyamat, Kanjeng Ratu Retno Dumilah, Nyai Ageng Nis, Panembahan Joyoprono, Nyai Ageng Mataram, Nyai Ageng Pati, Nyai Ageng Juru Mertani dan lain-lain..

Jika pembaca menghendaki informasi lebih lengkap, silahkan membaca buku: Tim Peneliti Lembaga Studi Jawa, Kotagede Pesona dan Dinamika Sejarahnya, (Lembaga Studi Jawa, 1997).


GERBANG MAKAM KOTAGEDE: Inilah gerbang masuk makam Kotagede, di sini nampak perpaduan unsure bangunan Hindu dan Islam.


MASJID MAKAM KOTAGEDE: Sebagai kerajaan Islam, Mataram memiliki banyak peninggalan masjid kuno, inilah masjid di komplek makam Kotagede yang bangunannya bercorak Jawa.


BANGSAL DUDA: Di sinilah tempat peziarah mendapatkan informasi dari jurukunci makam yang berasal dari Kraton Surakarta dan Kraton Yogyakarta. Di tempat ini jugalah peziarah menanggalkan pakaiannya untuk berganti pakaian peranakan jika hendak memasuki komplek makam.


RUMAH KALANG: Rumah orang Kalang yang tampak kemegahannya.


KALANG OBONG: Upacara tradisional kematian orang Kalang, upacara ini seperti Ngaben di Bali, tetapi kalau upacara Kalang Obong ini bukan mayatnya yang dibakar melainkan pakaian dan barang-barang peninggalannya.


KERAJINAN PERAK: Perak Kotagede sangat terkenal hingga ke mancanegara, kerajinan ini warisan dari orang-orang Kalang.


PENJUAL KIPO: Makanan tradisional ini sangat khas dan hanya ada di Kotagede, terbuat dari kelapa, tepung, dan gula merah.

Situs Parangkusuma

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Situs Parangkusuma

Pantai Parangkusuma merupakan kawasan sakral kerajaan Mataram, di sana terdapat batu yang konon merupakan tempat pertemuan antara Kanjeng Ratu Kidul dan Panembahan Senapati berikut raja-raja Mataram penerusnya. Di tempat inilah Senapati pernah bertapa untuk meminta bantuan Ratu Kidul dalam memperbesar kerajaannya.

Parangkusuma pada saat ini masih sering dipergunakan sebagai tempat untuk meditasi atau nenepi oleh masyarakat yang ingin memanjatkan doa/permintaan, khususnya setiap malam Selasa Kliwon dan Jumat Kliwon. Pada malam 1 Sura tempat ini penuh sesak didatangi para peziarah dari berbagai kota untuk melakukan sesaji dan ziarah terhadap Ratu Kidul.


CEPURI PARANGKUSUMA: Cepuri ini di dalamnya terdapat 2 buah batu tempat pertemuan antara Panembahan Senapati dengan Kanjeng Ratu Kidul. Untuk masuk ke cepuri, peziarah harus meminta izin terlebih dahulu kepada juru kunci. Apabila juru kunci tidak ada di tempat peziarah cukup menabuh kentongan yang ada di pintu masuk cepuri sebagai isyarat memanggil kedatangan juru kunci.


SELA GILANG: Inilah 2 buah batu tempat pertemuan antara Senapati dan Ratu Kidul, tempat ini sangat disakralkan.


KOMPLEKS CEPURI: Di sekitar cepuri terdapat gugusan batu karang yang hampir menjadi fosil, batu tersebut termasuk tempat yang disakralkan.

KERATON MATARAM KARTA

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

KERATON MATARAM KARTA

Karta, Kerta, atau Charta adalah nama sebuah dusun di wilayah Kalurahan Plered, Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul, Yogyakarta (kurang lebih 4 kilometer arah selatan dari Kotagede). Karta dulunya adalah sebuah nama kompleks Keraton Mataram (setelah Mataram Kotagede). Keraton Mataram Karta dibangun oleh Sultan Agung. Waktu pembangunan keraton ini tidak diketahui dengan pasti. Akan tetapi mengingat Sultan Agung naik tahta sekitar tahun 1614-an, maka pada abad itulah kira-kira Karta dibangun. Ketika pembangunan Keraton Kerta dilakukan, Sultan Agung untuk sementara masih tinggal di dalam keraton ayah dan neneknya, yaitu di Kotagede.

Peninggalan-peninggalan Keraton Kerta dapat dikatakan sangat minim. Peninggalan yang minim itu pun tidak begitu banyak membantu untuk memperkirakan bagaimanakah kira-kira bentuk Keraton Kerta pada zamannya. Benda peninggalan yang dapat ditemukan di sana hanya berupa dua buah umpak/alas tiang yang terbuat dari batu andesit, sisa batuan berbentuk persegi yang diduga merupakan salah satu komponen batur. Umpak tersebut berbentuk prisma terpancung. Jumlah umpak tersebut semula adalah empat buah. Satu buah dibawa ke Taman Sari Yogyakarta dan digunakan sebagai alas tiang/umpak Masjid Saka Tunggal yang ada di kompleks Taman Sari Yogyakarta. Sedangkan umpak yang satu lagi berada di Desa Trayeman, Bantul.

Pada sisi selatan umpak-umpak tersebut terdapat struktur batu putih yang membujur ke arah timur-barat (sekarang sudah tidak kelihatan bekas-bekasnya). Selain peninggalan-peninggalan tersebut, ada lagi peninggalan yang lain yang berupa kompleks makam lama dan sisa-sisa masjid agung Kerta.

Situs Pleret

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Situs Plered

Situs Plered merupakan bekas ibukota Mataram masa pemerintahan Sultan Agung.. Keraton Plered dapat dikatakan sudah tidak bersisa. Kini hanya menjadi nama kalurahan dan kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul.

Di Plered ini juga terdapat Segarayasa, berasal dari kata segara (Laut) dan yasa (buatan) atau laut buatan. Secara harafiah diartikan sebagai telaga buatan. Konon dibuat oleh Sultan Agung untuk memenuhi permintaan Sang Permaisuri yang mempunyai keinginan agar dibuatkan laut yang mirip laut selatan. Permintaan ini dipenuhi dengan membuat telaga buatan di dekat Sungai Opak, tidak jauh dari Karaton Mataram yang waktu itu berada di Plered. Kini Segarayasa diabadikan sebagai nama desa di wilayah Kecamatan Plered, Kabupaten Bantul.

TINGGAL NAMA: Keraton Plered tinggal nama, namun nama itu diabadikan menjadi nama dusun, desa, dan kecamatan di wilayah Kabupaten Bantul. Seperti yang terlihat di foto, Keputren tempat para puteri Mataram bersemanyam kini menjadi nama dusun.

TAMBAK SEGARAYASA: Bekas-bekas tambak/bedheng Segarayasa masih dapat ditemukan di kawasan Segarayasa, Plered, Bantul, Yogyakarta.

SUMUR GUMULING: Merupakan sumur kuno peninggalan kerajaan Mataram di Plered. Sampai sekarang sumur ini ramai dikunjungi peziarah yang meyakini berkah dari air sumur.

Tembi.org : Pertapaan Kembang Lampir

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam
Pertapaan Kembang Lampir
Kembang Lampir merupakan petilasan Ki Ageng Pemanahan yang terletak di Desa Girisekar, Kecamatan Panggang, Kabupaten Gunung Kidul. Tempat ini merupakan pertapaan Ki Ageng Pemanahan ketika mencari wahyu karaton Mataram. Ki Ageng Pemanahan merupakan keturunan Brawijaya V dari kerajaan Majapahit. Dalam bertapa itu akhirnya ia mendapat petunjuk dari Sunan Kalijaga bahwa wahyu karaton berada di Dusun Giring, Desa Sodo, Kecamatan Paliyan, Gunung Kidul. Untuk itu ia diperintahkan oleh Sunan Kalijaga untuk cepat-cepat pergi ke sana. Sampai di Sodo ia singgah ke rumah kerabatnya, Ki Ageng Giring.
Diceritakan bahwa di tempat itu Ki Ageng Giring dan Pemanahan "berebut" wahyu karaton yang disimbolkan dalam bentuk degan (kelapa muda). Barangsiapa meminum air degan itu sampai habis, maka anak keturunannya akan menjadi raja Tanah Jawa. Konon degan tersebut merupakan simbol persetubuhan dengan seorang puteri. Dalam perebutan wahyu tersebut Ki Ageng Pemanahan yang berhasil memenangkannya. (Lihat rubrik: Makam Ki Ageng Giring).
Untuk dapat sampai ke tempat pertapaan ini pengunjung harus melewati anak tangga permanen yang telah dibangun. Adapun denah kompleks Kembang Lampir berbentuk angka 9 (sembilan). Hal ini sebagai tanda bahwa kompleks itu dibangun oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX. Bangunan yang ada di sana antara lain : Bangunan induk sebagai tempat penyimpanan pusaka "Wuwung Gubug Mataram dan Songsong Ageng Tunggul Naga" serta dua buah Bangsal Prabayeksa di kanan dan di kiri. Menurut jurukunci, Surakso Puspito, sebagai penghormatan kepada para pepundhen Mataram di kompleks itu juga dibangun beberapa patung antara lain : Panembahan Senapati dan Ki Ageng Pemanahan, serta Ki Juru Mertani.

PINTU GERBANG:
Gerbang ini merupakan satu-satunya jalan untuk naik menuju Bangsal Prabayeksa.

KOMPLEKS KEMBANG LAMPIR:
Kembang Lampir dibangun di atas sebuah bukit dan dikelilingi pagar.
Kalau kita berada di Bangsal Prabayeksa, maka kita dapat menikmati
keindahan pemandangan di desa Giri Sekar tersebut.

KETATNYA BIROKRASI:
Situs sejarah Mataram ini sebenarnya sangat menarik untuk dikunjungi para peneliti,
sejarawan, pelajar, dan wisatawan umum. Hanya sayang birokrasi yang ditetapkan
jurukunci sangat ketat sehingga hanya orang-orang yang dapat memenuhi persyaratan tertentu
(misalnya harus membawa kembang telon 'tiga jenis', minyak wangi, dan kemenyan)
saja yang diijinkan masuk ke tempat ini.

PENDAPA PEZIARAH :
Pendapa peziarah tampak dari bawah.
Pada tempat inilah para pengunjung diwajibkan berdoa dan memohon sesuatu seperti:
murah rezeki, naik pangkat, disukai atasan, dan sebagainya melalui perantaraan Ki Ageng Pemanahan.
Pengunjung yang tidak mampu berdoa sendiri bisa minta bantuan supaya didoakan oleh jurukunci,
selanjutnya jurukunci akan memberitahu kepada peziarah tentang
wangsit, wisik, sanepa yang didapat dari Ki Ageng.

Tempat Pemujaan Kembang Lampir

Situs Makam Ki Ageng Giring

Situs Makam Ki Ageng Giring

Makam Ki Ageng Giring III merupakan makam pepunden Mataram yang diyakini oleh sementara masyarakat sebagai penerima wahyu Karaton Mataram. Makam kuna itu terletak di Desa Sada, Kecamatan Paliyan, Kabupaten Gunung Kidul, atau sekitar 6 kilometer ke arah barat daya dari kota Wanasari.

Menurut Mas Ngabehi Surakso Fajarudin yang menjabat jurukunci makam Giring, disebutkan bahwa Ki Ageng Giring adalah salah seorang keturunan Brawijaya IV dari Retna Mundri, yang hidup pada abad XVI. Dari perkawinannya dengan Nyi Talang Warih melahirkan dua orang anak, yaitu Rara Lembayung dan Ki Ageng Wanakusuma yang nantinya menjadi Ki Ageng Giring IV.

Pencarian wahyu Keraton Mataram itu konon atas petunjuk Sunan Kalijaga kepada Ki Ageng Giring dan Ki Ageng Pemanahan. Ki Ageng Giring disuruh menanam sepet (sabut kelapa kering), yang kemudian tumbuh menjadi pohon kelapa yang menghasilkan degan (buah kelapa muda). Sedangkan Ki Ageng Pemanahan melakukan tirakat di Kembang Semampir (Kembang Lampir), Panggang, Gunung Kidul.

Menurut wisik 'bisikan gaib' yang didapat, air degan milik Ki Ageng Giring itu harus diminum saendhegan (sekaligus habis) agar kelak dapat menurunkan raja. Oleh karenanya Ki Ageng Giring berjalan-jalan ke ladang terlebih dulu agar kehausan sehingga dengan demikian ia bisa menghabiskan air degan tersebut dengan sekali minum (saendhegan). Namun sayang, ketika Ki Ageng Giring sedang di ladang, Ki Ageng Pemanahan yang baru pulang dari bertapa di Kembang Lampir singgah di rumahnya, dalam keadaan haus ia meminum air kelapa muda itu sampai habis dengan sekali minum.

Betapa kecewa dan masygulnya perasaan Ki Ageng Giring melihat kenyataan itu sehingga dia hanya bisa pasrah, namun ia menyampaikan maksud kepada Ki Ageng Pemanahan agar salah seorang anak turunnya kelak bisa turut menjadi raja di Mataram. Dari musyawarah diperoleh kesepakatan bahwa keturunan Ki Ageng Giring akan diberi kesempatan menjadi raja tanah Jawa pada keturunan yang ke tujuh.

Versi lain menyebutkan bahwa Ki Ageng Giring ketika tirakat memperoleh Wahyu Mataram di Kali Gowang. Istilah gowang konon berasal dari suasana batin yang kecewa (gowang) karena gagal meminum air degan oleh karena telah kedahuluan Ki Ageng Pemanahan. Hal tersebut mengisyaratkan bahwa kesempatan menjadi raja Mataram pupus sudah, tinggal harapan panjang yang barangkali bisa dinikmati pada generasi ke tujuh.

Hal itu berarti setelah keturunan Ki Ageng Pemanahan yang ke-6, atau menginjak yang ke-7, ada kemungkinan bagi keturunan Ki Ageng Giring untuk menjadi raja. Apakah Pangeran Puger menjadi raja setelah 6 keturunan dari Pemanahan ? Kita lihat silsilah di bawah ini.

Puger menjadi raja Mataram setelah mengalahkan Amangkurat III. Jika angka 6 dianggap perhitungan kurang wajar, yang wajar adalah 7, maka dapat dihitung Raden Mas Martapura yang bertahta sekejap sebelum tahtanya diserahkan ke Raden Mas Rangsang (Sultan Agung). Jadi pergantian keluarga berlangsung setelah 7 raja keturunan Ki Ageng Pemanahan.

Bukti bahwa Puger memang keturunan Giring dapat dilihat dalam Babad Nitik Sultan Agung. Babad ini menceritakan bahwa pada suatu ketika parameswari Amangkurat I, Ratu Labuhan, melahirkan seorang bayi yang cacat. Bersamaan dengan itu isteri Pangeran Arya Wiramanggala, keturunan Kajoran, yang merupakan keturunan Giring, melahirkan seorang bayi yang sehat dan tampan. Amangkurat mengenal Panembahan Kajoran sebagai seorang pendeta yang sakti dan dapat menyembuhkan orang sakit. Oleh karena itu puteranya yang cacat dibawa ke Kajoran untuk dimintakan penyembuhannya. Kajoran merasa bahwa inilah kesempatan yang baik untuk merajakan keturunannya. Dengan cerdiknya bayi anak Wiramanggala-lah yang dikembalikan ke Amangkurat I (ditukar) dengan menyatakan bahwa upaya penyembuhannya berhasil.

Sudah ditakdirkan bahwa Amangkurat III, putera pengganti Amangkuat II berwatak dan bernasib jelek Terbukalah jalan bagi Pangran Puger untuk merebut tahta. Sumber lain menceritakan silsilah Puger sebagai berikut:

Dengan demikian, benarlah bahwa pada urutan keturunan yang ke-7 keturunan Ki Ageng Giring-lah yang menjadi raja, meskipun silsilah itu diambil dari garis perempuan. Namun ini cukup menjadi dalih bahwa Puger alias Paku Buwana I adalah raja yang berdarah Giring.


PINTU GERBANG:
Inilah pintu gerbang kompleks makam Ki Ageng Giring III
di Desa Sada, Paliyan, Gunung Kidul.
Makam ini selalu ramai dikunjungi peziarah pada malam Jumat,
khususnya malam Jumat Kliwon.


PINTU MASUK KEDUA:
Setelah para peziarah memasuki pintu gerbang,
mereka akan melewati makam para pengikut Ki Ageng Giring
yang berada di luar tembok.
Makam Ki Ageng Giring sendiri berada di dalam tembok
yang dibangun pada masa Sri Sultan Hamengku Buwana IX.
Para peziarah dilarang memakai alas kaki jika memasuki kompleks ini.


BATU NISAN:
Di sinilah Ki Ageng Giring III dimakamkan.
Para peziarah dilarang mendekati batu nisan,
mereka hanya diperbolehkan berdoa di luar ruangan cungkup.
Pada umumnya para peziarah memohon agar diberi pangkat dan derajat.


KOMPLEKS MAKAM KI AGENG SUKADANA:
Sekitar 2 kilometer arah tenggara Makam Ki Ageng Giring III
terdapat kompleks makam Ki Ageng Sukadana.
Oleh sebagian penduduk, Ki Ageng Sukadana diyakini sebagai
nama lain dari Ki Ageng Giring II atau ayah dari Ki Ageng Giring III.
Berbeda dengan makam Ki Ageng Giring III, makam ini terlihat tidak terawat.
Cungkup Ki Sukadana terletak paling ujung.


BATU NISAN KI SUKADANA:
Sama dengan Ki Ageng Giring III, makam ini selalu ramai dikunjungi para peziarah.
Di tempat ini peziarah diperbolehkan masuk cungkup dan berdoa di sisi batu nisan.


SENDANG PITUTUR:
Sendang ini terdapat di utara (sekitar 3 kilometer) dari makam Ki Ageng Sukadana.
Menurut legenda penduduk setempat, sendang ini sering
dipakai mandi Ki Ageng Sukadana ketika ia masih hidup.

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

Menelusuri jejak-jejak situs kerajaan Mataram Islam

A. Sejarah Singkat Dinasti Mataram Islam Awal.

Berbeda dengan kerajaan-kerajaan Islam lainnya di Indonesia yang bersifat maritim, kerajaan Mataram bersifat agraris. Kerajaan yang beribu kota di pedalaman Jawa ini banyak mendapat pengaruh kebudayaan Jawa Hindu baik pada lingkungan keluarga raja maupun pada golomngan rakyat jelata. Pemerintahan kerajaan ini ditandai dengan perebutan tahta dan perselisihan antaranggota keluarga yang sering dicampuri oleh Belanda. Kebijaksanaan politik pendahulunya sering tidak diteruskan oleh pengganti-penggantinya. Walaupun demikian, kerajaan Mataram merupakan pengembang kebudayaan Jawa yang berpusat di lingkungan keraton Mataram. Kebudayaan tersebut merupakan perpaduan antara kebudayaan Indonesia lama, Hindu-Budha, dan Islam.

Banyak versi mengenai masa awal berdirinya kerajaan Mataram berdasarkan mitos dan legenda. Pada umumnya versi-versi tersebut mengaitkannya dengan kerajaan-kerajaan terdahulu, seperti Demak dan Pajang. Menurut salah satu versi, setelah Demak mengalami kemunduran, ibukotanya dipindahkan ke Pajang dan mulailah pemerintahan Pajang sebagai kerajaan. Kerajaan ini terus mengadakan ekspansi ke Jawa Timur dan juga terlibat konflik keluarga dengan Arya Penangsang dari Kadipaten Jipang Panolan. Setelah berhasil menaklukkan Aryo Penangsang, Sultan Hadiwijaya (1550-1582), raja Pajang memberikan hadiah kepada 2 orang yang dianggap berjasa dalam penaklukan itu, yaitu Ki Ageng Pemanahan dan Ki Penjawi. Ki Ageng Pemanahan memperoleh tanah di Hutan Mentaok dan Ki Penjawi memperoleh tanah di Pati.

Pemanahan berhasil membangun hutan Mentaok itu menjadi desa yang makmur, bahkan lama-kelamaan menjadi kerajaan kecil yang siap bersaing dengan Pajang sebagai atasannya. Setelah Pemanahan meninggal pada tahun 1575 ia digantikan putranya, Danang Sutawijaya, yang juga sering disebut Pangeran Ngabehi Loring Pasar. Sutawijaya kemudian berhasil memberontak pada Pajang. Setelah Sultan Hadiwijaya wafat (1582) Sutawijaya mengangkat diri sebagai raja Mataram dengan gelar Panembahan Senapati. Pajang kemudian dijadikan salah satu wilayah bagian daari Mataram yang beribukota di Kotagede. Senapati bertahta sampai wafatnya pada tahun 1601.

Selama pemerintahannya boleh dikatakan terus-menerus berperang menundukkan bupati-bupati daerah. Kasultanan Demak menyerah, Panaraga, Pasuruan, Kediri, Surabaya, berturut-turut direbut. Cirebon pun berada di bawah pengaruhnya. Panembahan Senapati dalam babad dipuji sebagai pembangun Mataram.

Senapati digantikan oleh putranya, Mas Jolang, yang bertahta tahun 1601-1613. Maas Jolang lebih dikenal dengan sebutan Panembahan Seda Krapyak. Pada masa pemerintahannya, dibangun taman Danalaya di sebelah barat kraton. Panembahan Seda Krapyak hanya memerintah selama 12 tahun Ia meninggal ketika sedang berburu di Hutan Krapyak.

Selanjutnya bertahtalah Mas Rangsang, yang bergelar Sultan Agung Hanyakrakusuma. Di bawah pemerintahannya (tahun 1613-1645) Mataram mengalami masa kejayaan. Ibukota kerajaan Kotagede dipindahkan ke Kraton Plered. Sultan Agung merupakan raja yang menyadari pentingnya kesatuan di seluruh tanah Jawa. Daerah pesisir seperti Surabaya dan Madura ditaklukkan supaya kelak tidak membahayakan kedudukan Mataram. Ia pun merupakan penguasa lokal pertama yang secara besar-besaran dan teratur mengadakan peperangan dengan Belanda yang hadir lewat kongsi dagang VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie). Kekuasaan Mataram pada waktu itu meliputi hampir seluruh Jawa, dari Pasuruan sampai Cirebon. Sementara itu VOC telah menguasai beberapa wilayah seperti di Batavia dan di Indonesia Bagian Timur.

Di samping dalam bidang politik dan militer, Sultan Agung juga mencurahkan perhatiannya pada bidang ekonomi dan kebudayaan. Upayanya antara lain memindahkan penduduk Jawa Tengah ke Kerawang, Jawa Barat, di mana terdapat sawah dan ladang yang luas serta subur. Sultan Agung juga berusaha menyesuaikan unsur-unsur kebudayaan Indonesia asli dengan Hindu dan Islam. Misalnya Garebeg disesuaikan dengan hari raya Idul Fitri dan hari kelahiran Nabi Muhammad SAW. Sejak itu dikenal Garebeg Puasa dan Garebeg Mulud. Pembuatan tahun Saka dan kitab filsafat Sastra Gendhing merupakan karya Sultan Agung yang lainnya.

Sultan Agung meninggal pada tahun 1645 dengan meninggalkan Mataram dalam keadaan yang kokoh, aman, dan makmur. Ia diganti oleh putranya yang bergelar Amangkurat I. Amangkurat I tidak mewarisi sifat-sifat ayahnya. Pemerintahannya yang berlangsung tahun 1645-1676 diwarnai dengasn banyak pembunuhan/kekejaman. Pada masa pemerintahannya ibukota kerajaan Mataram dipindahkan ke Kerta.

Pada tahun 1674 pecahlah Perang Trunajaya yang didukung para ulama dan bangsawan, bahkan termasuk putra mahkota sendiri. Ibukota Kerta jatuh dan Amangkurat I (bersama putra mahkota yang akhirnya berbalik memihak ayahnya) melarikan diri untuk mencari bantuan VOC. Akan tetapi sampai di Tegalarum, (dekat Tegal, Jawa Tengah) Amangkurat I jatuh sakit dan akhirnya wafat.

Ia digantikan oleh putra mahkota yang bergelar Amangkurat II atau dikenal juga dengan sebutan Sunan Amral. Sunan Amangkurat II bertahta pada tahun 1677-1703. Ia sangat tunduk kepada VOC demi mempertahankan tahtanya. Pada akhirnya Trunajaya berhasil dibunuh oleh Amangkurat II dengan bantuan VOC, dan sebagai konpensasinya VOC menghendaki perjanjian yang berisi: Mataram harus menggadaikan pelabuhan Semarang dan Mataram harus mengganti kerugian akibat perang.

Oleh karena Kraton Kerta telah rusak, ia memindahkan kratonnya ke Kartasura (1681). Kraton dilindungi oleh benteng tentara VOC. Dalam masa ini Amangkurat II berhasil menyelesaikan persoalan Pangeran Puger (adik Amangkurat II yang kelak dinobatkan menjadi Paku Buwana I oleh para pengikutnya). Namun karena tuntutan VOC kepadanya untuk membayar ganti rugi biaya dalam perang Trunajaya, Mataram lantas mengalami kesulitan keuangan. Dalam kesulitan itu ia berusaha ingkar kepada VOC dengan cara mendukung Surapati yang menjadi musuh dan buron VOC.

Hubungan Amangkurat II dengan VOC menjadi tegang dan semakin memuncak setelah Amangkurat II mangkat (1703) dan digantikan oleh putranya, Sunan Mas (Amangkurat III). Ia juga menentang VOC. Pihak VOC yang mengetahui rasa permusuhan yang ditunjukkan raja baru tersebut, maka VOC tidak setuju dengan penobatannya. Pihak VOC lantas mengakui Pangeran Puger sebagai raja Mataram dengan gelar Paku Buwana I. Hal ini menyebabkan terjadinya perang saudara atau dikenal dengan sebutan Perang Perebutan Mahkota I (1704-1708). Akhirnya Amangkurat III menyerah dan ia dibuang ke Sailan oleh VOC. Namun Paku Buwana I harus membayar ongkos perang dengan menyerahkan Priangan, Cirebon, dan Madura bagian timur kepada VOC.

Paku Buwana I meninggal tahun 1719 dan digantikan oleh Amangkurat IV (1719-1727) atau dikenal dengan sebutan Sunan Prabu , dalam pemerintahannya dipenuhi dengan pemberontakan para bangsawan yang menentangnya, dan seperti biasa VOC turut andil pada konflik ini, sehinggga konflik membesar dan terjadilah Perang Perebutan Mahkota II (1719-1723). VOC berpihak pada Sunan Prabu sehingga para pemberontak berhasil ditaklukkan dan dibuang VOC ke Sri Langka dan Afrika Selatan.

Sunan Prabu meninggal tahun 1727 dan diganti oleh Paku Buwana II (1727-1749). Pada masa pemerintahannya terjadi pemberontakan China terhadap VOC. Paku Buwana II memihak China dan turut membantu memnghancurkan benteng VOC di Kartasura. VOC yang mendapat bantuan Panembahan Cakraningrat dari Madura berhasil menaklukan pemberontak China. Hal ini membuat Paku Buwana II merasa ketakutan dan berganti berpihak kepada VOC. Hal ini menyebabkan timbulnya pemberontakan Raden Mas Garendi yang bersama pemberontak China menggempur kraton, hingga Paku Buwana II melarikan diri ke Panaraga. Dengan bantuan VOC kraton dapat direbut kembali (1743) tetapi kraton telah porak poranda yang memaksanya untuk memindahkan kraton ke Surakarta (1744).

Hubungan manis Paku Buwana II dengan VOC menyebabkan rasa tidak suka golongan bangsawan. Dengan dipimpin Raden Mas Said terjadilah pemberontakan terhadap raja. Paku Buwana II menugaskan adiknya, Pangeran Mangkubumi, untuk mengenyahkan kaum pemberontak dengan janji akan memberikan hadiah tanah di Sukowati (Sragen sekarang). Usaha Mangkubumi berhasil. Tetapi Paku Buwana II mengingkari janjinya, sehingga Mangkubumi berdamai dengan Raden Mas Said dan melakukan pemberontakan bersama-sama. Mulailah terjadi Perang Perebutan Mahkota III (1747-1755).

Paku Buwana II dan VOC tak mampu menghadapi 2 bangsawan yang didukung rakyat tersebut, bahkan akhirnya Paku Buwana II jatuh sakit dan wafat (1749). Namun menurut pengakuan Hogendorf, Wakil VOC Semarang saat sakratul maut Paku Buwana II menyerahkan tahtanya kepada VOC. Sejak saat itulah VOC merasa berdaulat atas Mataram. Atas inisiatif VOC, putra mahkota dinobatkan menjadi Paku Buwana III (1749).

Pengangkatan Paku Buwana III tidak menyurutkan pemberontakan, bahkan wilayah yang dikuasai Mangkubumi telah mencapai Yogya, Bagelen, dan Pekalongan. Namun justru saat itu terjadi perpecahan anatara Mangkubumi dan Raden Mas Said. Hal ini menyebabkan VOC berada di atas angin. VOC lalu mengutus seorang Arab dari Batavia (utusan itu diakukan VOC dari Tanah Suci) untuk mengajak Mangkubumi berdamai.

Ajakan itu diterima Mangkubumi dan terjadilah apa yang sering disebut sebagai Palihan Nagari atau Perjanjian Giyanti (1755). Isi perjanjian tersebut adalah: Mataram dibagi menjadi dua. Bagian barat dibagikan kepada Pangeran Mangkubumi yang diijinkan memakai gelar Hamengku Buwana I dan mendirikan kraton di Yogyakarta. Sedangkan bagian timur diberikan kepada Paku Buwana III.

Mulai saat itulah Mataram dibagi dua, yaitu Kasultanan Yogyakarta dengan raja Sri Sultan Hamengku Buwana I dan Kasunanan Surakarta dengan raja Sri Susuhunan Paku Buwana III.

Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat didirikan oleh Pangeran Mangkubumi yang kemudian bergelar Sri Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1755. Pemerintah Hindia Belanda mengakui Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat sebagai kerajaan dengan hak mengatur rumah tangga sendiri. Semua itu dinyatakan di dalam kontrak politik. Kontrak politik terakhir Kasultanan tercantum dalam Staatsblad 1941, No. 47. Secara resmi pada tahun 1950, Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat (dan Kadipaten Pakualaman) menjadi bagian dari Indonesia, yaitu sebagai Daerah Istimewa Yogyakarta.

Lambang Ngayogyakarta Hadiningrat


Kadipaten Paku Alaman

Kadipaten Paku Alaman didirikan pada tanggal 17 Maret 1813, ketika Pangeran Notokusumo, putra dari Sultan Hamengku Buwono I dengan Permaisuri Srenggorowati dinobatkan oleh Gubernur-Jenderal Sir Thomas Raffles (Gubernur Jendral Britania Raya yang memerintah saat itu) sebagai Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (K.G.P.A.A.) Paku Alam I. Status kerajaan ini mirip dengan status Praja Mangkunagaran di Surakarta.

Lambang Pakualaman

Kasunanan Surakarta

Kasunanan Surakarta Hadiningrat berdiri sebagai suatu kerajaan pecahan dari Kesultanan Mataram pada 13 Februari 1755, yaitu sebagai akibat dari ditanda-tanganinya Perjanjian Giyanti. Pemerintah Hindia Belanda dalam perjanjian tersebut juga mengakui Sunan Pakubuwana III sebagai raja yang berhak mengatur rumah tangganya sendiri. Di awal masa kemerdekaan (1945-1946), bersama Praja Mangkunegaran sempat menjadi Daerah Istimewa Surakarta. Akan tetapi karena kerusuhan dan agitasi politik saat itu, maka pada tanggal 16 Juni 1946 oleh Pemerintah Indonesia statusnya diubah menjadi Karesidenan Surakarta, menyatu dalam wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Lambang Surakarta Hadiningrat

Praja Mangkunagaran

Praja Mangkunagaran (atau Mangkunegaran) dibentuk berdasarkan Perjanjian Salatiga yang ditandatangani pada tahun 1757 sebagai solusi atas perlawanan yang dilakukan Raden Mas Said (atau Pangeran Sambernyawa, kelak menjadi Mangkunagara I) terhadap Sunan Pakubuwana III. Raden Mas Said mendapat wilayah yang mencakup sebagian dari bekas Mataram sisi sebelah timur, berdasarkan Perjanjian Giyanti (1755). Jumlah wilayah ini secara relatif adalah 49% wilayah Kasunanan Surakarta setelah tahun 1830 pada berakhirnya Perang Diponegoro atau Perang Jawa. Wilayah itu kini mencakup bagian utara Kota Surakarta (Kecamatan Banjarsari, Surakarta), seluruh wilayah Kabupaten Karanganyar, seluruh wilayah Kabupaten Wonogiri, dan sebagian dari wilayah Kecamatan Ngawen, Gunung Kidul.

Penguasa Mangkunegaran, berdasarkan perjanjian pembentukannya, berhak menyandang gelar Pangeran (secara formal disebut Kangjeng Gusti Pangeran Adipati Arya, mirip dengan Fürst di Jerman) tetapi tidak berhak menyandang gelar Sunan atau pun Sultan. Status yang berbeda ini tercermin dalam beberapa tradisi yang masih berlaku hingga sekarang, seperti jumlah penari bedaya yang tujuh, bukan sembilan seperti pada Kasunanan Surakarta. Setelah kemerdekaan Indonesia, Mangkunegara VIII (penguasa pada waktu itu) menyatakan bergabung dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia.

Secara tradisional penguasanya disebut Mangkunagara (baca: 'Mangkunagoro'). Raden Mas Said merupakan Mangkunagara I. Saat ini yang memegang kekuasaan adalah Mangkunagara IX. Penguasa Mangkunegaran berkedudukan di Pura Mangkunegaran, yang terletak di Kota Surakarta.

Para penguasa Mangkunegaran tidak dimakamkan di Astana Imogiri melainkan di Astana Mangadeg dan Astana Girilayu, yang terletak di lereng Gunung Lawu. Perkecualian adalah lokasi makam dari Mangkunegara VI, yang dimakamkan di tempat tersendiri.

Warna resmi Mangkunagaran adalah hijau dan kuning emas serta dijuluki "pareanom" ('padi muda'), yang dapat dilihat pada lambang, bendera, pataka, serta sindur yang dikenakan abdi dalem atau kerabat istana.

Lambang Mangkunegara

Mataram Baru 1830
Peta Mataram Baru setelah Perang Diponegoro pada tahun 1830. Peta ini digambar oleh Meursault2004 alias Revo Arka Giri S. berdasarkan Robert Cribb, 2000, Historical Atlas of Indonesia halaman 114.

Lokasi kecamatan Banjarsari yang merupakan wilayah Mangkunagaran


Peta Surakarta - PDF (download)

Masjid Agung Surakarta

Solo Lama

Tokoh Antagonis Darmo Gandhul

Tokoh Antagonis Darmo Gandhul Tragedi Sosial Historis dan Keagamaan di Penghujung Kekusaan Majapahit”, ditulis oleh Nurul Huda didasarkan pada Gancaran basa Jawa ngoko. Babon asli tinggalane KRT Tandhangara, Surakarta. Cap-capan ingkang kaping sekawan 1959 Toko Buku “Sadu-Budi” Sala.
-------------------------------------------------
(draft) Link



Telaah Jangka Jayabaya : Perpustakaan Nasional RI

Perpustakaan Nasional RI Menggelar Telaah Jangka Jayabaya


JAKARTA – Perpustakaan Nasional RI menggelar sarasehan Bedah Jangka Jayabaya dan pagelaran wayang kulit, Rabu (18/7) bertempat di Ruang Auditorium Perpusnas, Jl. Salemba Raya 28A Jakarta. Dalam sarasehan yang mengambil tema “Dengan Telaah Jangka Jayabaya, Kita Tumbuhkembangkan Budaya Kritis Bangsa untuk Menuju Masyarakat Jujur dan Cemerlang” ini, tampil sebagai pembicara adalah Hidayat Yoedoprawiro dan Prof. Dr. H. Soetarno, DEA dengan moderator Sudarko Prawiro Yudo. Sedangkan pagelaran wayang kulit oleh Ki Dalang Sumbowo dengan cerita Jitaprasa dan Dewa Ruci yang dimainkan dalam dua sesi.

Dari jutaan koleksi Perpusnas terdapat bahan pustaka yang bersubyek tentang “Ramalan Jayabaya” dan untuk sebagian orang, ramalan tersebut dijadikan rujukan tentang kejadian masa lalu, sekarang dan yang akan datang. “Dengan menelaah ramalan Jayabaya, kita berusaha mengaktualisasikan nilai-nilai yang ada didalamnya, mempertebal jatidiri bangsa dan memanfaatkan petuah serta petunjuk yang ada didalamnya, sehingga kita menjadi bangsa yang besar dan berwibawa,” demikan diungkapkan Lilik Soelistyowati, Kepala Pusat Pengembangan Koleksi dan Pengolahan Bahan Pustaka, selaku ketua penyelenggara kegiatan ini.
Kepala Perpusnas, Dady P. Rachmananta dalam sambutannya mengatakan dengan kegiatan telaah Jangka Jayabaya ini bisa membawa manfaat terhadap perbaikan kondisi bangsa. “Dengan ramalan-ramalan Jayabaya, kita bisa telaah maknanya sehingga bisa membangkitkan dan meningkatkan rasa cinta akan hasil budaya bangsa,” katanya.


Dalam sesi sarasehan, Hidayat Yudoprawiro membawakan makalah bertema “Makna Metafisika Ramalan Pralambang Jayabaya”. Dalam pemaparannya, dikatakan bahwa ramalan Jayabaya adalah pemandu gaib keselamatan dan persatuan bangsa. Ramalan Jayabaya Ranggawarsito menunjukkan datangnya kemerdekaan Indonesia tahun 1945M. Ramalan Jayabaya Sabdo Palon menunjukkan datangnya kesadaran keuniversalan semua agama yang tercakup dalam filsafat abadi Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimulai pada tahun 2000M. 


Prof. Dr. H. Soetarno, DEA , dalam pemaparannya menjelaskan bahwa ramalan Jayabaya mengandung unsur filosofis yang sangat dalam tentang masyarakat Jawa dan Indonesia pada umumnya. Unsur filosofis tersebut perlu diterjemahkan dalam kehidupan, agar dipahami oleh generasi muda. Menurut Rektor ISI Solo ini, berdasarkan pengalaman empris, banyak Ramalan Jayabaya terjadi pada zaman sekarang ini. “Oleh sebab itu generasi harus memahami apa yang tersurat dan tersirat dari ramalan Jayabaya. Banyak nilai-nilai kebaikan yang terkandung didalamnya, seperti kemanusiaan, religius, kejujuran dan keadilan,” tambahnya.
Acara telaah Jangka Jayabaya ini berlangsung cukup meriah dan diapresiasi dengan baik oleh para peserta. Acara menjadi lebih hidup, karena diselingi dengan pagelaran wayang dan gending-gending pada masing-masing sesi. Banyak bermunculan pertanyaan dan ide-ide dari peserta terkait dengan ramalan Jayabaya terhadap upaya perbaikan kondisi bangsa. 


Dengan kegiatan ini, diharapkan dapat membangkitkan rasa cinta akan hasil budaya bangsa, mampu menumbuhkan sikap kritis bagi upaya mencerdaskan bangsa serta bisa mengkomunikasikan isi ramalan Jayabaya untuk menjadi pedoman pada masa sekarang dan yang akan datang. Semoga! 

Berita terkait: Kompas, Kamis, 19 Juli 2007, hlm. 12.

Ramalan Jayabaya (3 bahasa) melengkapi posting sebelumnya

Joyoboyo is a famous Javanese foreteller who lived hundreds years ago in the island of Java, Indonesia.

Besuk yen wis ana kreta tanpa jaran.
[One day there will be a cart without a horse] [Um dia lá será um carro sem um cavalo]
Tanah Jawa kalungan wesi.
[The island of Java will be circled by an iron necklace.][ O console de Java será circundado por um necklace do ferro.]
Prahu mlaku ing dhuwur awang-awang.
[There will be a boat flying in the sky.][ Haverá um vôo do barco no céu.]

Kali ilang kedhunge.
The river will loose its current. O rio afrouxará sua corrente.
Pasar ilang kumandhang.
There will be markets without crowds. Haverá uns mercados sem multidões.
Iku tanda yen tekane jaman Jayabaya wis cedhak.
These are the signs that the Jayabaya era is coming. Estes são os sinais que a era de Jayabaya está vindo.
Bumi saya suwe saya mengkeret.
The earth will shrink. A terra encolherá.
Sekilan bumi dipajeki.
Every inch of land will be taxed. Cada polegada da terra taxed.
Jaran doyan mangan sambel.
Horses will devour chili sauce. Os cavalos querem o sauce do pimentão do devour.
Wong wadon nganggo pakaian lanang.
Women will dress in men's clothes. As mulheres vestir-se-ão na roupa dos homens.
Iku tandane yen wong bakal nemoni wolak-waliking jaman.
These are the signs that the people and their civilization have been turned upside down.
Estes são os sinais que os povos e sua civilização estiveram girados de cabeça para baixo.
Akeh janji ora ditetepi.
Many promises unkept.
Unkept de muitas promessas.
Akeh wong wani mlanggar sumpahe dhewe.
Many break their oath.
Muitos quebram seu juramento.
Manungsa pada seneng nyalah.
People will tend to blame on each other.
Os povos tenderão a responsabilizar em se.
Ora ngindahake hukum Allah.
They will ignore God's law.
Ignorarão a lei do deus.
Barang jahat diangkat-angkat.
Evil things will be lifted up.
As coisas evil serão levantadas acima.
Barang suci dibenci.
Holy things will be despised.
As coisas holy despised.
Akeh manungsa mung ngutamake duwit.
Many people will become fixated on money.
Muitos povos tornar-se-ão fixated no dinheiro.
Lali kamanungsan.
Ignoring humanity.
Ignorando o humanity.
Lali kabecikan.
Forgetting kindness.
Esquecendo-se da bondade.
Lali sanak lali kadang.
Abandoning their families.
Abandonando suas famílias.
Akeh Bapa lali anak.
Fathers will abandon their children.
Os pais abandonarão suas crianças.
Akeh anak wani nglawan ibu.
Children will be disrespectful to their mothers.
As crianças serão disrespectful a suas matrizes.
Nantang bapa.
And battle against their fathers.
E batalha de encontro a seus pais.
Sedulur pada cidra.
Siblings will collide violently.
Os siblings colidirão violentamente.
Kulawarga pada curiga.
Family members will become suspicious of each other.
Os membros da família tornar-se-ão suspicious de se.
Kanca dadi mungsuh.
Friends become enemies.
Os amigos transformam-se inimigos.
Akeh manungsa lali asale.
People will forget their roots.
Os povos esquecer-se-ão de suas raizes.
Ukuman Ratu ora adil.
The queen's judgements will be unjust.
Os julgamentos da rainha serão unjust.
Akeh pangkat sing jahat lan ganjil.
There will be many peculiar and evil leaders.
Haverá muitos líderes peculiares e evil.
Akeh kelakuan sing ganjil.
Many will behave strangely.
Muitos comportar-se-ão estranha.
Wong apik-apik pada kepencil.
Good people will be isolated.
Os povos bons serão isolados.
Akeh wong nyambut gawe apik-apik pada krasa isin.
Many people will be too embarrassed to do the right things.
Muitos povos embarrassed demasiado para fazer as coisas direitas.
Luwih utama ngapusi.
Choosing falsehood instead.
Falsehood escolhendo preferivelmente.
Wegah nyambut gawe.
Many will be lazy to work.
Muitos serão preguiçosos trabalhar.
Kepingin urip mewah.
Seduced by luxury.
Seduzido pelo luxo.
Ngumbar nafsu angkara murka, nggedhekake duraka.
They will take the easy path of crime and deceit.
Farão exame do trajeto fácil do crime e do deceit.
Wong bener thenger-thenger.
The honest will be confused.
O honesto será confused.
Wong salah bungah.
The dishonest will be joyful.
O dishonest será alegre.
Wong apik ditampik-tampik.
The good will be rejected.
O bom será rejeitado.
Wong jahat munggah pangkat.
The evil ones will rise to the top.
Evil levantar-se-ão ao alto.
Wong agung kesinggung.
Noble people will be wounded by unjust criticism.
Os povos nobres serão feridos pelo criticism unjust.
Wong ala kepuja.
Evil doers will be worshipped.
Os doers evil serão adorados.
Wong wadon ilang kawirangane.
Women will become shameless.
As mulheres tornar-se-ão shameless.
Wong lanang ilang kaprawirane.
Men will loose their courage.
Os homens afrouxarão sua coragem.
Akeh wong lanang ora duwe bojo.
Men will choose not to get married.
Os homens escolherão não começar casados.
Akeh wong wadon ora setya marang bojone.
Women will be unfaithful to their husbands.
As mulheres serão unfaithful a seus maridos.
Akeh ibu pada ngedol anake.
Mothers will sell their babies.
As matrizes venderão seus bebês.
Akeh wong wadon ngedol awake.
Women will engage in prostitution.
As mulheres acoplarão na prostituição.
Akeh wong ijol bebojo.
Couples will trade partners.
Os pares negociarão sócios.
Wong wadon nunggang jaran.
Women will ride horses.
As mulheres montarão cavalos.
Wong lanang linggih plangki.
Men will be carried in a stretcher.
Os homens serão carregados dentro um esticador.
Randa seuang loro.
A divorcee will be valued at 17 cents.
Um divorcee será avaliado em 17 centavos.
Prawan seaga lima.
A virgin will be valued at 10 cents.
Uma virgem será avaliada em 10 centavos.
Duda pincang laku sembilan uang.
A crippled men will be valued at 75 cents.
Os homens aleijados serão avaliados em 75 centavos.
Akeh wong ngedol ngelmu.
Many will earn their living by trading their knowledge.
Muitos ganharão sua vida negociando seu conhecimento.
Akeh wong ngaku-aku.
Many will claims other's merits as their own.
Muitos vontade reivindicam outros méritos como seus próprios.
Njabane putih njerone dadu.
It is only a cover for the dice.
É somente uma tampa para os dados.
Ngakune suci, nanging sucine palsu.
They will proclaim their righteousness despite their sinful ways.
Proclamarão seu righteousness apesar de suas maneiras sinful.
Akeh bujuk akeh lojo.
Many will use sly and dirty tricks.
Muitos usar-se-ão sly e truques sujos.
Akeh udan salah mangsa.
Rains will fall in the wrong season.
As chuvas cairão na estação errada.
Akeh prawan tuwa.
Many women will remain virgins into their old age.
Muitas mulheres remanescerão virgens em sua idade velha.
Akeh randa nglairake anak.
Many divorcees will give birth.
Muitos divorcees dão o nascimento.
Akeh jabang bayi lahir nggoleki bapakne.
Newborns will search for their fathers.
Os newborns procurararão por seus pais.
Agama akeh sing nantang.
Religions will be attacked.
As religiões serão atacadas.
Perikamanungsan saya ilang.
Humanitarianism will no longer have importance.
Humanitarianism quer tem não mais por muito tempo a importância.
Omah suci dibenci.
Holy temples will be hated.
Os temples holy serão odiados.
Omah ala saya dipuja.
They will be more fond of praising evil places.
Serão mais afeiçoados de elogiar lugares evil.
Wong wadon lacur ing ngendi-endi.
Prostitution will be everywhere.
A prostituição estará em toda parte.
Akeh laknat.
There will be many worthy of damnation.
Haverá muitos dignos do damnation.
Akeh pengkhianat.
There will be many betrayals.
Haverá muitos betrayals.
Anak mangan bapak.
Children will be against father.
As crianças estarão de encontro ao pai.
Sedulur mangan sedulur.
Siblings will be against siblings.
Os siblings estarão de encontro aos siblings.
Kanca dadi mungsuh.
Friends will become enemies.
Os amigos transformar-se-ão inimigos.
Guru disatru.
Students will show hostility toward teachers.
Os estudantes mostrarão a hostilidade para professores.
Tangga pada curiga.
Neighbours will become suspicious of each other.
Os vizinhos tornar-se-ão suspicious de se.
Kana-kene saya angkara murka.
And ruthlessness will be everywhere.
E o ruthlessness estará em toda parte.
Sing weruh kebubuhan.
The eyewitness has to take the responsibility.
A testemunha ocular tem que fazer exame da responsabilidade.
Sing ora weruh ketutuh.
The ones who have nothing to do with the case will be prosecuted.
Esses que não têm nada fazer com o caso prosecuted.
Besuk yen ana peperangan.
One day when there will armagedon.
Um dia em que lá armagedon da vontade.
Teka saka wetan, kulon, kidul lan lor.
In the east, in the west, in the south, and in the north.
No leste, no oeste, no sul, e no norte.
Akeh wong becik saya sengsara.
Good people will suffer more.
Os povos bons sofrerão mais.
Wong jahat saya seneng.
Bad people will be happier.
Os povos maus serão mais felizes.
Wektu iku akeh dandang diunekake kuntul.
When this happens, a rice cooker will be said to be an egret.
Quando isto acontece, um fogão do arroz estará dito ser um egret.
Wong salah dianggep bener.
The wrong person will be assumed to be honest.
A pessoa errada será suposta para ser honesta.
Pengkhianat nikmat.
Betrayers will live in the utmost of material comfort.
Os traidores viverão no máximo do conforto material.
Durjono saya sempurna.
The deceitful will decline even further.
O mais adicional uniforme do declínio deceitful da vontade.
Wong jahat munggah pangkat.
The evil persons will rise to the top.
As pessoas evil levantar-se-ão ao alto.
Wong lugu kebelenggu.
The modest will be trapped.
O modesto será prendido.
Wong mulyo dikunjoro.
The noble will be imprisoned.
O nobre imprisoned.
Sing curang garang.
The fraudulent will be ferocious.
O fraudulent será ferocious.
Sing jujur kojur.
The honest will unlucky.
A vontade honesta unlucky.
Pedagang akeh sing keplarang.
Many merchants will fly in a mess.
Muitos comerciantes voarão em um mess.
Wong main akeh sing ndadi.
Gamblers will become more addicted to gambling.
Os gamblers tornar-se-ão mais addicted a gambling.
Akeh barang haram.
Illegal things will be everywhere.
As coisas ilegais estarão em toda parte.
Akeh anak haram.
Many babies will be born outside of legal marriage.
Muitos bebês serão parte externa nascida da união legal.
Wong wadon nglamar wong lanang.
Women will propose marriage.
As mulheres proporã0 a união.
Wong lanang ngasorake drajate dhewe.
Men will lower their own status.
Os homens abaixarão seu próprio status.
Akeh barang-barang mlebu luang.
The merchandise will be left unsold.
A mercadoria será deixada unsold.
Akeh wong kaliren lan wuda.
Many people will suffer from starvation and inability to afford clothing.
Muitos povos sofrerão do starvation e da inabilidade ter recursos para a
roupa.
Wong tuku nglenik sing dodol.
Buyers will become more sophisticated.
Os compradores tornar-se-ão mais sofisticados.
Sing dodol akal okol.
Sellers will have to use their brains and muscle to do business.
Os sellers terão que usar seus cérebros e músculo fazer o negócio
Wong golek pangan kaya gabah diinteri.
In the way they earn a living, people will be as rice paddies being swung
around and blown up.
Na maneira ganham uma vida, os povos serão porque os paddies do arroz que
estão sendo balançados ao redor e fundidos acima.
Sing kebat kliwat.
Some will go wild out of control.
Alguns irã0 selvagens fora do controle.
Sing telah sambat.
Those who are not ambitious will complaint of being left behind.
Aqueles que não são queixa ambiciosa da vontade de ser saida atrás.
Sing gede kesasar.
The ones on the top will get lost.
Esses no alto começarão perdidos.
Sing cilik kepleset.
The ordinary people will slip.
Os povos ordinários deslizarão.
Sing anggak ketunggak.
The arrogant ones will be impaled.
Arrogantes impaled.
Sing wedi mati.
The fearful ones will not survive.
Temíveis não sobreviverão.
Sing nekat mbrekat.
The risk takers will be successful.
Os takers do risco serão bem sucedidos.
Sing jerih ketindhih.
The ones who are afraid of taking the risks will be crushed under foot.
Esses que estão receosos de fazer exame dos riscos serão esmagados sob o
é.
Sing ngawur makmur,
The careless ones will be wealthy.
Descuidados serão ricos.
Sing ngati-ati ngrintih.
The careful ones will whine about their suffering.
Cuidadosos lamentar-se-ão sobre seu sofrimento.
Sing ngedan keduman.
The crazy ones will get their portion.
Loucos começarão sua parcela.
Sing waras nggagas.
The ones who are mentally and physically healthy will think wisely.
Esses que são vontade mentalmente e fisicamente saudável pensam
àbiamente.
Wong tani ditaleni.
The farmers will be controlled.
Os fazendeiros serão controlados.
Wong dora ura-ura.
Those who are corrupt will spend their fortune lavishly.
Aqueles que são vontade corrupt gastam sua fortuna pròdigamente.
Ratu ora netepi janji, musna kekuasaane.
The queen who does not keep her promises will lose her power.
A rainha que não mantem suas promessas perderá sua potência.
Bupati dadi rakyat.
The leaders will become ordinary persons.
Os líderes transformar-se-ão pessoas ordinárias.
Wong cilik dadi priyayi.
The ordinary people will become leaders.
Os povos ordinários transformar-se-ão líderes.
Sing mendele dadi gede,
The dishonest persons will rise to the top.
As pessoas dishonest levantar-se-ão ao alto.
Sing jujur kojur.
The honest ones will be unlucky.
Honestos serão unlucky.
Akeh omah ing nduwur jaran.
There will be many people own a house on horseback.
Haverá muitos povos para possuir sobre uma casa horseback.
Wong mangan wong.
People will attack other people.
Os povos atacarão os povos.
Anak lali bapak.
Children will ignore their fathers.
As crianças ignorarão seus pais.
Wong tuwa lali tuwane.
Parents will not want to take their responsibility as parents.
Os pais não quererão fazer exame de sua responsabilidade como pais.
Pedagang adol barang saya laris.
Merchants will sell out of their merchandise.
Os comerciantes venderão fora de sua mercadoria.
Bandane saya ludes.
Yet, they will lose money.
Ainda, perderão o dinheiro.
Akeh wong mati kaliren ing sisihe pangan.
Many people will die from starvation in prosperous times.
Muitos povos morrerão do starvation em épocas prósperas.
Akeh wong nyekel banda nanging uripe sengsara.
Many people will have lots of money yet, be unhappy in their lives.
Muitos povos terão lotes do dinheiro ainda, sejam infelizes em suas vidas.
Sing edan bisa dandan.
The crazy one will be beautifully attired.
Louco será belamente attired.
Sing bengkong bisa nggalang gedong.
The insane will be able to build a lavish estate.
O insano poderá construir uma propriedade pródiga.
Wong waras lan adil uripe nggrantes lan kepencil.
The ones who are fair and sane will suffer in their lives and will be
isolated.
Esses que são vontade justa e sã sofrem em suas vidas e serão isolados.
Ana peperangan ing njero.
There will be internal wars.
Haverá umas guerras internas.
Timbul amarga para pangkat akeh sing pada salah paham.
As a result of misunderstandings between those at the top.
Em conseqüência dos enganos entre aqueles no alto.
Durjana saya ngambra-ambra.
The numbers of evil doers will increase sharply.
Os números de doers evil aumentarão agudamente.
Penjahat saya tambah.
There will be more criminals.
Haverá mais criminosos.
Wong apik saya sengsara.
The good people will live in misery.
Os povos bons viverão na miséria.
Akeh wong mati jalaran saka peperangan.
There will be many people die in a war.
Haverá dado de muitos povos em uma guerra.
Kebingungan lan kobongan.
Others will be disoriented, and their property burnt.
Outros serão disoriented, e sua propriedade queimou-se.
Wong bener saya tenger-tenger.
The honest will be confused.
O honesto será confused.
Wong salah saya bungah-bungah.
The dishonest will be joyful.
O dishonest será alegre.
Akeh banda musna ora karuan lungane.
Akeh pangkat lan drajat pada minggat ora karuan sababe.
There will be disappearance of great riches, titles, and jobs.
Haverá um disappearance de riches, de títulos, e de trabalhos grandes.
Akeh barang-barang haram, akeh bocah haram.
There will be many illegal goods.
Haverá muitos bens ilegais.
Bejane sing lali, bejane sing eling.
There will be many babies born without fathers.
Haverá muitos bebês carregados sem pais.
Nanging sauntung-untunge sing lali.
Those people who forget God's Will may be happy on earth.
Aqueles povos que se esquecem da vontade do deus podem ser felizes na
terra.
Isih untung sing waspada.
But those who are remember God's will are destined to be happier still.
Mas aqueles que são recordam que vontade do deus é destined ser um
destilador mais feliz.
Angkara murka saya ndadi.
Ruthlessness will become worse.
O ruthlessness tornar-se-á mais mau.
Kana-kene saya bingung.
Everywhere the situation will be chaotic.
Em toda parte a situação será chaotic.
Pedagang akeh alangane.
Doing business will be more difficult.
Fazer o negócio será mais difícil.
Akeh buruh nantang juragan.
Workers will challenge their employers.
Os trabalhadores desafiarão seus empregadores.
Juragan dadi umpan.
The employers will become bait for their employees.
Os empregadores transformar-se-ão bait para seus empregados.
Sing suwarane seru oleh pengaruh.
Those who speak out will be more influential.
Aqueles que falam para fora serão mais influential.
Wong pinter diingar-ingar.
The wise ones will be ridiculed.
Sábios serão ridiculed.
Wong ala diuja.
The evil ones will be worshipped.
Evil serão adoradas.
Wong ngerti mangan ati.
The knowledgeable ones will show no compassion.
Knowledgeable não mostrarão nenhum compassion.
Banda dadi memala.
The pursuit of material comfort will incite crime.
A perseguição do conforto material incite o crime.
Pangkat dadi pemikat.
Job titles will become enticing.
Os títulos do trabalho tornar-se-ão seduzindo.
Sing sawenang-wenang rumangsa menang.
Those who act arbitrarily will feel as if they are the winners.
Aqueles que agem arbitrariamente sentirão como se são os vencedores.
Sing ngalah rumangsa kabeh salah.
Those who act wisely will feel as if everything is wrong.
Aqueles que agem sàbiamente sentirão como se tudo é errado.
Ana Bupati saka wong sing asor imane.
There will be leaders who are weak in their faith.
Haverá os líderes que são fracos em sua fé.
Patihe kepala judi.
Their vice regent will be selected from among the ranks of the gamblers.
Seu regent vice será selecionado entre dos Rank dos gamblers.
Wong sing atine suci dibenci.
Those who have a holy heart will be rejected.
Aqueles que têm um coração holy serão rejeitados.
Wong sing jahat lan pinter jilat saya derajat.
Those who are evil, and know how to flatter their boss, will be promoted.
Aqueles que são evil, e sabem lisonjear sua saliência, serão promovidos.
Pemerasan saya ndadra.
Human exploitation will be worse.
A exploração humana será mais má.
Maling lungguh wetenge mblenduk.
The corpulent thieves will be able to sit back and relax.
Os ladrões corpulent poderão sentar-se para trás e relaxar.
Pitik angkrem saduwurane pikulan.
The hen will hacth eggs in a carrying pole.
Os ovos do hacth da vontade da galinha em um pólo carregando.
Maling wani nantang sing duwe omah.
Thieves will not be afraid to challenge the target.
Os ladrões não estarão receosos desafiar o alvo.
Begal pada ndugal.
Robbers will dissent into greater evil.
Everybody will compete for personal victory.
Os salteadores querem o dissent em um evil mais grande.
Todos competirá para a vitória pessoal.
Rampok pada keplok-keplok.
Looters will be given applause.
Os looters serão dados o aplauso.
Wong momong mitenah sing diemong.
People will slander their caregivers.
Slander da vontade dos povos seus caregivers.
Wong jaga nyolong sing dijaga.
Guards will steel the very things they are to protect.
Os protetores querem o aço as coisas que very devem proteger.
Wong njamin njaluk dijamin.
Guarantors will ask for collateral.
Os guarantors pedirão collateral.
Akeh wong mendem donga.
Many will ask for blessings.
Muitos pedirão blessings.
Kana-kene rebutan unggul.
Everybody will compete for personal victory.
Todos competirá para a vitória pessoal.
Angkara murka ngombro-ombro.
Ruthlessness will be everywhere.
O ruthlessness estará em toda parte.
Agama ditantang.
Religions will be questioned.
As religiões serão questionadas.
Akeh wong angkara murka.
Many people will be greedy for power, wealth and position.
Muitos povos serão greedy para a potência, a riqueza e a posição.
Nggedeake duraka.
Rebelliousness will increase.
Rebelliousness aumentará.
Ukum agama dilanggar.
Religious law will be broken.
A lei religiosa será quebrada.
Perikamanungsan di-iles-iles.
Human rights will be violated.
As direitas humanas violated.
Kasusilan ditinggal.
Ethics will left behind.
A vontade do ethics saiu atrás.
Akeh wong edan, jahat lan kelangan akal budi.
Many will be insane, cruel and immoral.
Muitos serão insanos, cruéis e immoral.
Wong cilik akeh sing kepencil.
Ordinary people will be segregated.
Os povos ordinários serão segregados.
Amarga dadi korbane si jahat sing jajil.
They will become the victims of evil and cruel persons.
Assentarão bem nas vítimas de pessoas evil e cruéis.
Banjur ana Ratu duwe pengaruh lan duwe prajurit.
Then there will come a queen who is influential.
Então virá uma rainha que seja influential.
Lan duwe prajurit
She will have her own armies.
Terá seus próprios exército.
Negarane ambane sapra-walon.
Her country will measured one-eighth the circumference of the world.
Sua vontade do país mediu one-eighth a circunferência do mundo.
Tukang mangan suap saya ndadra.
The number of people who commit bribery will increase.
O número dos povos que cometem o bribery aumentará.
Wong jahat ditampa.
The evil ones will be accepted.
Evil serão aceitadas.
Wong suci dibenci.
The innocent ones will be rejected.
Inocentes serão rejeitadas.
Timah dianggep perak.
Tin will be thought to be silver.
A lata será pensada para ser prata.
Emas diarani tembaga.
Gold will be thought to be copper.
O ouro será pensado para ser cobre.
Dandang dikandakake kuntul.
A rice cooker will be thought to be an egret.
Um fogão do arroz será pensado para ser um egret.
Wong dosa sentosa.
The sinful ones will be safe and live in tranquility.
Sinful estarão seguros e vivos no tranquility.
Wong cilik disalahake.
The poor will be blamed.
Os pobres serão responsabilizados.
Wong nganggur kesungkur.
The unemployed will be rooted up.
Os desempregados serão enraizados acima.
Wong sregep krungkep.
The diligent ones will be forced down.
Diligent serão forçadas para baixo.
Wong nyengit kesengit.
The people will seek revenge against the fiercely violent ones.
Os povos procurarão a vingança de encontro às ferozmente violentas.
Buruh mangluh.
Workers will suffer from overwork.
Os trabalhadores sofrerão do overwork.
Wong sugih krasa wedi.
The rich will feel unsafe.
Os rich sentirão inseguros.
Wong wedi dadi priyayi.
People who belong to the upper class will feel insecure.
Os povos que pertencem à classe superior sentirão insecure.
Senenge wong jahat.
Happiness will belong to evil persons.
A felicidade pertencerá às pessoas evil.
Susahe wong cilik.
Trouble will belong to the poor.
O problema pertencerá aos pobres.
Akeh wong dakwa dinakwa.
Many will sue each other.
Muitos sue.
Tindake menungsa saya kuciwa.
Human behaviour will fall short of moral enlightenment.
O comportamento humano cairá brevemente do enlightenment moral.
Ratu karo Ratu pada rembugan negara endi sing dipilih lan disenengi.
Leaders will discuss and choose which countries are their favourites and
which ones are not.
Os líderes discutirão e escolherão que países são seus favoritos e que não
são.
Hore! hore!.
Hurrah! Hurrah!.
Hurrah! Hurrah!
Wong Jawa kari separo,
The Javanese will remain half.
O Javanese remanescerá meio.
Landa-Cina kari sejodo.
The Dutch and the Chinese each will remain a pair.
O holandês e o chinês cada um remanescerão um par.
Akeh wong ijir, akeh wong cethil.
Many become stingy.
Muitos tornam-se stingy.
Sing eman ora keduman.
The stingy ones will not get their portion.
Stingy não começarão sua parcela.
Sing keduman ora eman.
The ones who receive their portion will be generous.
Esses que recebem sua parcela serão generosos.
Akeh wong mbambung.
Street beggars will be everywhere.
Os pedintes da rua estarão em toda parte.
Akeh wong limbung.
Bewildered persons will be everywhere.
As pessoas bewildered estarão em toda parte.
Selot-selote mbesuk wolak-waliking jaman teka.
These are the signs that the people and their civilization have been
turned upside down.
Estes são os sinais que os povos e sua civilização estiveram girados de
cabeça para baixo.

Arsipnya